- Index
Jumat, 22 Sep 2023 21:50 WIB
Jakarta, Vibrasi.co–Dengan jumlah penduduk mencapai 270 juta jiwa (2020), Indonesia menjadi salah satu negara dengan konsumsi beras terbesar di dunia.
Berdasarkan data, Indonesia berada di urutan empat negara dengan konsumsi beras terbesar di dunia. Pertama China dengan konsumsi 154 juta metrik ton, kedua India 108,5 juta metrik ton, lalu Bangladesh 37.3 juta metrik ton, dan Indonesia dengan konsumsi beras 35.2 juta metrik ton per tahun.
Besarnya jumlah penduduk suatu negara memang paralel dengan besarnya kebutuhan pangan di negara tersebut. Karena itu, di setiap negara diperlukan sebuah lembaga, badan, atau perusahaan yang dibentuk langsung oleh pemerintah untuk mengatur ketersediaan stok dan juga sebagai instrumen pengendali harga pangan.
Di Indonesia tugas tersebut diemban oleh Badan Urusan Logistrik (Bulog), sebuah lembaga pemerintah non departemen yang pada tahun 2003 berubah statusnya menjadi perusahaan umum (Perum), menjadi Perum Bulog.
“Tugas penting Perum Bulog sesuai amanat PP No 13 tentang Perum Bulog, ada empat, pengamanan harga beras di tingkat produsen dan konsumen, pengelolaan cadangan beras pemerintah, penyediaan dan pendistribusian beras kepada golongan masyarakat tertentu, serta Melaksanakan impor beras berdasarkan ketentuan,” jelas Sekretaris Perusahaan Perum Bulog Awalludin Iqbal kepada Vibrasi, Kamis (21/9/2023) di kantornya.
Iqbal menjelaskan, pada awalnya Bulog memang hanya mengurusi beras. Namun seusai (Perpres) nomor 125 tahun 2022 yang diteken Presiden Jokowi pada Oktober 2022, Bulog dilimpahi tugas mengelola jagung dan kedelai.
“Sehingga sekarang tugas Bulog mengelola dan menjaga stok serta harga tiga bahan pangan, yaitu beras, jagung, dan kedelai,” ungkap Iqbal.
Persoalan Impor Beras
Isu yang kerap mengemuka soal beras adalah kebijakan impor. Iqbal mengakui, masalah impor beras memang sering menjadi isu sensitif lantaran Indonesia dikenal sebagai negara agraris.
“Bagaimana mungkin, sawah banyak, panen padi juga setiap tahun, kok masih impor, itu yang sering ditanya orang,” kata Iqbal.
Menurut Iqbal, perlu dipahami juga bahwa meskipun Indonesia dikenal negara produsen beras, tapi konsumsinya juga tinggi.
“Vietnam, Thailand, atau Kamboja bisa ekspor besar karena konsumsinya tidak sebesar Indonesia, mereka selalu surplus beras,” terang Iqbal.
Ketika ditanya apa alasan Indonesia tetap impor beras meskipun pasokan di dalam negeri terpenuhi, Iqbal menjelaskan kembali fungsi Bulog, yakni memenuhi kebutuhan stok pada level tertentu.
Disebutkan Iqbal, ada yang namanya CBP (Cadangan Beras Pemerintah), CBP ini adalah adalah persediaan beras yang dikuasai dan dikelola oleh pemerintah dalam hal ini Perum Bulog.
“Penggunaannya buat apa? Digunakan untuk penanggulangan keadaan darurat bencana, kerawanan pangan pasca bencana, dan stabilisasi harga,” terang Iqbal.
Stabilisasi harga inilah yang orang sering sebut sebagai Operasi Pasar (OP).
“Ditujukan agar dapat mempengaruhi harga pasar dengan cara menyuplai beras ke pasar sehingga terjadi keseimbangan penawaran dan permintaan (supply and demand) yang pada akhirnya dapat menstabilkan harga beras di pasaran, yang pada akhirnya masyarakat dapat membeli beras dengan harga sewajarnya,” jelasnya.
Apakah saat ini masih perlu impor?
Sebelumnya Iqbal menerangkan bahwa Bulog sama sekali tidak memiliki kewenangan untuk mengimpor beras kecuali dengan perintah.
“Bulog merupakan eksekutor, sehingga tidak memiliki kewenangan untuk mengimpor beras melainkan mendapat perintah langsung dari pemerintah, prosesnya melalui rakortas bersama presiden, lalu diputuskan, Bulog hanya menjalankan perintah impor tersebut,” kata Iqbal.
Soal masih perlukah impor beras, Iqbal menjawab bahwa kebijakan impor beras telah dihitung sesuai kebutuhan stok CBP. Pada tahun 2023 BUlog diperintahkan megimpor 2 juta ton beras untuk memenuhi stok CBP.
Iqbal menjelaskan, 300.000 ton beras impor tahap dua sudah masuk ke Indonesia. Ini merupakan impor tahap kedua dari penugasan 2 juta ton sepanjang 2023. Sebelumnya pada tahap pertama, sudah masuk beras impor sebanyak 500.000 ton.
“Beras yang masuk pada tahap dua ini berasal dari Vietnam, Thailand, dan Pakistan, dengan porsi terbanyak berasal dari Vietnam dan Thailand, ” jelas Iqbal.
Perum Bulog, kata Iqbal, harus memastikan cadangan beras pemerintah (CBP) cukup hingga akhir tahun 2023 untuk mengantisipasi kekeringan yang berpotensi mengerek kenaikan harga di tingkat konsumen.
Iqbal juga menyatakan stok beras di Bulog cukup sampai akhir tahun 2023. “Proyeksinya sampai akhir tahun stok kita di atas 1 juta ton, atau kurang lebih sekitar 1,2 juta ton,” kata Iqbal.
Soal rencana pemerintah menyuplai beras 600 ribu ton untuk stabilisasi harga selama tiga bulan ke depan, Iqbal menyatakan, sesuai penugasan Bulog untuk mendatangkan 2 juta ton beras hingga akhir tahun 2023, maka jika dikurangi untuk keperluan operasi pasar stabilisasi pasokan dan harga pangan, maka cadangan beras masih ada 1,2 juta ton. 1,2 juta ton pada akhir tahun 2023.
“Jadi Insya Allah stok beras kita aman,” tandas Iqbal.
Menyerap Beras Petani
Proses pengadaan beras pemerintah, ujar Iqbal tidak melulu dari impor. Dari Januari hingga Mei 2023, Perum Bulog juga menyerap beras dari petani.
Dari Januari hingga Mei, Iqbal mengatakan Buloh telah merealisasikan penyerapan beras petani sebanyak 500 ribu ton. Penyerapan in kata Iqbal lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun 2022 yang sebesar 400 ribu ton.
“Selain untuk stok cadangan beras pemerintah, kegiatan penyerapan gabah/beras petani dalam negeri ini juga menggerakkan perekonomian di tingkat petani dan berdampak pada stabilisasi harga di tingkat petani,” kata Iqbal.
Menyoal harga beras yang dibeli dari petani, Iqbal menyebut Bulog juga tidak memiliki kewenangan untuk menentukan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) Gabah dan Beras melainkan sudah ditentukan oleh pemerintah melalui undang-undang.
“Saat ini, yang mengeluarkan adalah Bapanas melalui Peraturan Badan Pangan Nasional (Perbadan),” ujar Iqbal.
Untuk diketahui, berdasarkan Perbadan Nomor 6 Tahun 2023 tentang Harga Pembelian Pemerintah dan Rafaksi Harga Gabah Dan Beras, HPP yang diberlakukan Bulog untuk membeli beras petani mengalami kenaikan.
HPP terbaru yang dikeluarkan Bapanas, mengalami peningkatan harga 18-20% dibanding HPP sebelumnya berdasarkan Permendag Nomor 24 Tahun 2020.
Untuk Gabah Kering Panen (GKP) di tingkat petani sebelumnya Rp 4.200/kg, berdasarkan HPP terbaru naik menjadi Rp 5.000/kg. Gabah Kering Panen (GKP) di tingkat penggilingan sebelumnya Rp 4.250/kg, naik menjadi Rp 5.100/kg. Gabah Kering Giling (GKG) di penggilingan sebelumnya Rp 5.250/kg, naik menjadi Rp 6.200/kg. Gabah Kering Giling (GKG) di gudang BULOG sebelumnya Rp 5.300/kg, naik menjadi Rp 6.300/kg. Beras di gudang BULOG sebelumnya Rp 8.300/kg, naik menjadi Rp 9.950/kg.
Iqbal menyatakan, HPP ini pastinya telah dihitung dengan matang oleh pemerintah dimana pemerintah juga telah menghitung kira-kira margin yang diperoleh petani.
“Tujuannya pasti untuk meningkatkan pendapatan petani, agar petani memiliki harga jual yang layak,” pungkas Iqbal.