- Regional
Sabtu, 09 Sep 2023 09:41 WIB
Pasuruan, Vibrasi.co–Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Letjen TNI Suharyanto S.Sos., M.M., melakukan peninjauan udara memantau operasi pemadaman kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Gunung Arjuno, Pasuruan, Jawa Timur, Jumat (8/9). Peninjauan itu dilakukan menggunakan helikopter bernomor lambung PK-DAP dari lapangan sepak bola Kaliandra yang berada tak jauh dari posko penanganan darurat karhutla di Kecamatan Prigen, Pasuruan.
Dalam penerbangan dengan ketinggian 6.400 kaki selama kurang lebih 30 menit itu, Kepala BNPB yang juga didampingi Anggota DPR RI Anisah Syakur dan Pangdam V Brawijaya Mayjen TNI Farid Makruf dibawa pilot berkeliling memutari sisi timur lereng Gunung Arjuno dari Prigen hingga kawasan Kota Batu. Dari peninjauan udara itu, Suharyanto dan rombongan melihat sisa-sisa karhutla yang telah padam.
Jika diamati langsung dari helikopter, sisa-sisa kebakaran itu berwarna hitam pekat dan dapat dipastikan hampir 99 persen vegetasi berupa pepohonan, semak dan belukar mati. Lokasi kebakaran itu juga tidak berada pada satu titik, melainkan ada di beberapa spot yang berbeda-beda. Di lokasi lain, kepulan asap juga masih terlihat di beberapa titik yang diduga merupakan hot spot baru.
Adapun lokasi yang sebelumnya terbakar dalam peninjauan itu berada di lereng gunung dengan ketinggian bervariasi antara 6.000 sampai 8.000 kaki, jika diukur menggunakan altimeter atau alat pengukur ketinggian maupun jarak suatu lokasi yang dimiliki oleh sistem navigasi helikopter.
Kebakaran hutan dan lahan di Gunung Arjuno yang terjadi sejak Sabtu (28/8) menjadi perhatian pemerintah pusat. Sebab, titik api dilaporkan meluas mulai dari wilayah administrasi Kabupaten Malang, Pasuruan, Mojokerto hingga Kota Batu dalam kurun waktu sepekan terakhir. Apabila ditotal, maka luas lahan yang terbakar dari seluruh wilayah telah mencapai kurang lebih 4.796 hektar, yang mana Kabupaten Pasuruan menjadi wilayah terdampak paling luas yakni 2.724,48 hektar.
Satgas Darat
Sebagai upaya percepatan penanganan darurat karhutla di Gunung Arjuno, Kepala BNPB menegaskan bahwa upaya pengendalian yang paling efektif dilakukan dengan cara pemadaman darat. Oleh sebab itu, pembentukan satuan tugas (Satgas) darat harus dilakukan dengan melibatkan personel dari unsur-unsur forkopimda terkait.
“Satgas darat itu yang efektif. Kalau tanpa satgas darat bohong itu kita bisa memadamkan api,” jelas Suharyanto.
Menurut Suharyanto, pemadaman melalui darat ini memiliki kelebihan yakni tim lebih mampu menjangkau lokasi dan dapat mengetahui secara persis posisi titik api. Di samping itu, upaya pemadaman yang dilakukan oleh satgas darat ini juga dapat lebih fokus dan terpusat sehingga api dapat dipadakan dengan sempurna.
Lebih lanjut, menurut Suharyanto satgas darat ini juga dinilai lebih efisien dibandingkan cara lain seperti water bombing, Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) maupun upaya lainnya.
Waterbombing, Jalan Terakhir yang Paling Mahal
Menyinggung pemadaman udara termasuk menggunakan operasi water bombing, Suharyanto mengatakan bahwa strategi itu menjadi langkah terakhir yang dapat dilakukan dalam pemadaman karhutla di suatu wilayah. Operasi water bombing sejauh ini dapat dilakukan dengan menggunakan pesawat fixed wings atau bersayap tetap maupun menggunakan tipe bersayap putar seperti helikopter.
Secara teknis, Suharyanto menjelaskan bahwa untuk operasi water bombing membutuhkan penampungan sumber air yang besar untuk diangkut menggunakan pesawat menuju titik api, yang mana lokasi sumber air akan lebih sulit ditemukan pada musim kemarau seperti yang sekarang dialami. Oleh sebab itu, pemadaman darat dinilai lebih efektif jika dibanding operasi water bombing.
“Operasi udara itu jalan terakhir. Jadi operasi darat dulu dilakukan. Jangan sampai menunggu api membesar. Kalau api membesar maka sia-sia kita, ” jelas Suharyanto.
Di sisi lain, biaya yang dikeluarkan untuk melaksanakan operasi water bombing ini sangat mahal. Suharyanto mengaku bahwa operasi water bombing membuat negara harus mengeluarkan anggaran senilai kurang lebih 150 juta untuk satu jam penerbangan mengangkut dan menyiramkan air di titik-titik hotspot.
“Itu mengangkut air water bombing per satu jam 11.500 USD atau 150 juta rupiah itu,” terang Suharyanto.
“Kasihan negara bayar mahal,” tambah Suharyanto.
Suharyanto juga menjelaskan, hingga saat ini Pemerintah Indonesia harus menyewa helikopter untuk melakukan operasi water bombing. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) akan lebih terkuras apabila negara memiliki helikopter sendiri, mengingat perawatan dan maintenance sebuah helikopter membutuhkan biaya rutin meski tidak digunakan terbang. Dengan kata lain, karhutla menjadi bencana yang paling mahal dalam operasi penanganannya.
“BNPB itu bekerja sama dengan pihak ketiga. Instansi lain punya tiga helikopter saja berat merawatnya. Megap-megap juga perawatannya (kalau punya helikopter sendiri). Itu bayarnya banyak sekali,” jelas Suharyanto.
Doa yang Bertolak Belakang
Berusaha mencairkan suasana, di hadapan peserta rapat yang dihadiri unsur forkopimda Provinsi Jawa Timur dan perwakilan Kementerian/Lembaga, mantan Pangdam V Brawijaya itu berseloroh bahwa doa seorang pucuk pimpinan BNPB sangat bertolak belakang dengan penyedia jasa helikopter water bombing.
Apabila penyedia jasa sangat senang apabila helikopter terbang, justru sebaliknya dengan Suharyanto. Sekali helikopter start engine, berarti argometer juga berjalan. Artinya ada biaya besar yang harus dibayarkan. Suharyanto tidak mau anggaran besar itu hanya dihabiskan untuk menyiram api. Alangkan lebih baik jika digunakan untuk hal lain yang lebih efektif dan efisien.
“Doanya Kepala BNPB dengan doanya pengusaha helikopter itu bertolak belakang. Kita harapannya supaya datang hujan tidak ada kebakaran. Mereka berharap sebaliknya supaya jam terbangnya tambah,” seloroh Suharyanto disambut tawa hadirin rapat.
Melalui logika sederhana itu, Suharyanto membetot semangat seluruh anggota satgas agar lebih maksimal dalam upaya pemadaman darat karhutla termasuk memberikan sosialisasi kepada masyarakat untuk lebih berhati-hati dan bersama-sama menjaga lingkungan agar tidak terjadi karhutla di kemudian hari. Sebab, menurut prakiraan BMKG, awal musim akan dimulai pada bulan November. Artinya, potensi karhutla yang dipicu oleh kekeringan akibat musim kemarau masih akan berlangsung setidaknya dalam dua bulan ke depan.
“Berarti kita semua harus siap. Pasti masih ada kekeringan dan kebakaran-kebakaran. Tolong ini betul-betul dijaga,” pinta Suharyanto.
Penyerahan DSP 750 Juta
Pada penghujung rapat koordinasi, Pemerintah Indonesia melalui BNPB menyerahkan bantuan berupa Dana Siap Pakai (DSP) senilai 750 juta rupiah kepada Pemerintah Provinsi Jawa Timur. Penyerahan itu dilakukan secara simbolis oleh Kepala BNPB Letjen TNI Suharyanto kepada Sekretaris Pemerintah Provinsi Jawa Timur, Adhy Karyono.
Di samping penyerahan DSP, BNPB juga memberikan dukungan lain berupa logistik dan peralatan yang berupa pompa jinjing 10 buah, pompa kapasitas besar 2 buah, pompa kapasitas sedang 5 buah, set nozle 40 buah, tabung oksigen 50 buah dan Alat Pelindung Diri (APD) 100 set. Melalui bantuan itu, Suharyanto berharap percepatan penanganan karhutla dapat dilakukan lebih maksimal.
“Kami tentu saja juga tidak tangan kosong. Di samping membawa helikopter Super Puma (untuk water bombing) ini juga ada DSP. Nanti dibantu untuk yang bergerak dilapangan,” kata Suharyanto.
Menerima dukungan itu, pihak Pemerintah Provinsi Jawa Timur yang diwakili Sekretaris Daerah Adhy Karyono memberikan apresiasi dan berterima kasih kepada BNPB. Menurut Adhy, dukungan BNPB untuk penanganan karhutla di Jawa Timur turun sangat cepat. Adhy mengakui bahwa sehari setelah pihaknya mengirimkan permohonan, helikopter water bombing tiba di Jawa Timur. Menurut Adhy respon cepat itu sangat dirasakan dan dapat lebih memaksimalkan penanganan karhutla.
“Terima kasih bapak Kepala BNPB, tanggal 30 Agustus kami kirim surat, sehari kemudian helikopternya datang,” ujar Adhy.
Lebih lanjut, seluruh unsur forkompimda setempat berkomitmen akan melaksanakan apa yang sudah diarahkan Kepala BNPB dalam kaitan percepatan penanganan karhutla, baik dari pemadaman dengan satgas darat maupun udara, memberikan sosialisasi kepada masyarakat dan penegakkan hukum bagi pelaku yang terbukti melakukan pembakaran hutan dan lahan. Sebab, menurut hasil investigasi sementara bahwa karhutla disebabkan oleh faktor manusia.
“(Penyebab karhutla) Ini faktor manusia namun kami perlu mendalami apakah ini karena dari pemburu atau pendaki atau yang lainnya. Kami berkomitmen akan melaksanakan seluruh arahan dari BNPB,” pungkas Adhy.
Posted in Regional