Suka Cita Pimpinan Partai Demokrat Sambut Putusan MA atas PK Moeldoko

-
Jumat, 11 Agu 2023 08:13 WIB

No Comments

hinca-panjaitan

Jakarta, Vibrasi.co–Mahkamah Agung (MA) menolak peninjauan kembali (PK) yang diajukan Jenderal TNI (Purn) Moeldoko yang juga Kepala Staf Kepresidenan (KSP) terkait kepengurusan Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Demokrat. Putusan penolakan PK oleh MA keluar pada Kamis, (10/8/2023).

Para petinggi Demokrat menyambut gembira putusan ini.  “Sejak awal PD percaya dengan penegak hukum MA bahwa PK tersebut akan ditolak karena tidak ada novum baru yang diajukan sebagai dasar pengajuan PK,” kata anggota Majelis Tinggi Partai Demokrat Syarief Hasan saat jumpa pers, Kamis (10/8/2023).

Sementara Ketua Dewan Kehormatan Partai Demokrat, Hinca Pandjaitan, menilai perjuangan Moeldoko untuk merebut Partai Demokrat, sudah tamat. 

“Sesungguhnya, sejarah dan legalitas adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan dalam konteks ini. Partai Demokrat mengacu pada kongres resmi yang dihadiri oleh seluruh pemilik suara yang sah, yang secara tegas mengangkat AHY sebagai ketua umum. Kami tetap merapatkan barisan dan senantiasa siap melawan!” kata Hinca. 

Hinca mengaku dapat bernapas lega dengan putusan MA atas PK Moeldoko tersebut. “Tepat hari ini, 10 Agustus 2023. Perkara ini telah diputus, Majelis Hakim Agung tolak Peninjauan Kembali yang diajukan oleh Moeldoko. Keadilan dimenangkan dan demokrasi terselamatkan. Tuntas sudah semuanya. Saya yang sedari awal turut aktif membentengi Partai dari gugatan demi gugatan oleh para pembegal, akhirnya kini sudah dapat bernafas lega,” sambungnya lagi. 

Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) Demokrat Jansen Sitindaon mengatakan putusan ini membuktikan hakim MA melaksanakan sebagaimana adagium ‘hukum, hakim, dan rasa keadilan’.

“Pertama, tentu kami mengucapkan terima kasih kepada Yang Mulia Majelis Hakim PK pada Mahkamah Agung yang telah memeriksa perkara ini. Sebagaimana frasa ‘hukum, hakim dan rasa keadilan’, ternyata hal ini terbukti pada perkara ini. Dan para Yang Mulia telah memutuskan hal yang sebenar-benarnya pada perkara ini,” kata Jansen kepada wartawan.

Jansen menilai perkara ini berkaitan dengan kehidupan demokrasi yang berjalan. Jansen lalu menyinggung Moeldoko yang tak pernah menjadi kader Demokrat namun ingin menjadi seorang ketua umum. Dia merujuk pada Undang-Undang (UU) Parpol yang telah mengatur bahwa kader itu haruslah anggota partai politik.

“Akal sehat dan aturan hukum Ini yg sejak awal ditabrak Moeldoko dalam perkara ini. Karena memang Moeldoko ini tidak pernah jadi kader/anggota Demokrat, apalagi jadi pengurus Partai Demokrat. Dan namanya tidak ada di Sipol atau sistem informasi partai politik yang dikelola oleh Negara. Jadi jangankan jadi Ketua umum Demokrat, jadi Ketua Demokrat tingkat Ranting (Desa) saja Moeldoko ini tidak bisa, tidak memenuhi syarat. Apalagi jadi Ketum,” ujarnya.

Jansen menilai AHY telah berani dalam memimpin partai selama perkara gugatan ini muncul. Dia melanjutkan, Demokrat di bawah nakhoda kepemimpinan AHY siap menuju Pemilu.

Rasa suka cita juga dirasakan oleh Deputi Bappilu Demokrat Kamhar Lakumani. Ia mengatakan putusan MA sesuai dengan harapan publik dan partainya.

“Kami mengapresiasi dan menyambut baik putusan MA yang menolak PK Moeldoko terhadap Surat Keputusan Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) tentang kepengurusan Partai Demokrat. Keputusan ini sesuai dengan harapan publik dan harapan seluruh kader Partai Demokrat, sekaligus menjadi penanda masih tegaknya keadilan dan kebenaran,” kata Kamhar dalam keterangan tertulis.

Penjelasan MA 

Sebelumnya Hakim Agung dan Juru Bicara Mahkamah Agung RI Suharto menjelaskan pendapat majelis hakim dalam menolak permohonan PK Moeldoko terhadap SK Menteri Hukum dan HAM RI terkait kepengurusan Partai Demokrat.

Suharto menjelaskan, bahwa bukti baru atau novum yang diajukan oleh Moeldoko tidak cukup untuk menggugurkan pertimbangan hukum dari putusan yang diajukan permohonan PK-nya.

“Bahwa novum yang diajukan para pemohon peninjauan kembali tidak bersifat menentukan sehingga tidak bisa menggugurkan pertimbangan hukum dari putusan kasasi,” kata Suharto, Kamis (10/2023).

Putusan yang diajukan PK-nya oleh Moeldoko adalah Putusan Kasasi Nomor 487 K/TUN/2022 tanggal 29 September 2022 yang amarnya adalah menolak kasasi.

Adapun kasasi tersebut dimintakan atas putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PT TUN) Jakarta Nomor 35/B/2022/PT.TUN.JKT Tanggal 26 April 2022 yang menguatkan Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta.

“Putusan PT TUN itu atas putusan PTUN Jakarta Nomor 150 G/2021/PTUN-JKT Tanggal 23 November 2021, gugatan tidak dapat diterima, kewenangan absolut PTUN,” ucap Suharto.

Suharto membeberkan majelis berpendapat bahwa walaupun objek sengketa merupakan keputusan Tata Usaha Negara (TUN), sengketa “a quo” sejatinya merupakan masalah internal Partai Demokrat.

“Pada hakikatnya sengketa ‘a quo’ merupakan masalah penilaian keabsahan kepengurusan Partai Demokrat antara Penggugat dan Tergugat II intervensi sehingga merupakan masalah internal Partai Demokrat yang harus diselesaikan terlebih dahulu melalui mahkamah Partai Demokrat,” jelasnya.

Namun, sambung Suharto, sampai saat gugatan ‘a quo’ didaftarkan, mekanisme melalui Mahkamah Partai Demokrat belum ditempuh oleh penggugat yang dalam hal ini adalah kubu Moeldoko.

Pendapat majelis tersebut berakhir dengan amar menolak permohonan PK oleh Moeldoko dan menghukum para pemohon PK untuk membayar biaya perkara pada PK sejumlah Rp2.500.000.

Untuk diketahui, para pemohon PK dalam Perkara Nomor 128 PK/TUN/2023 ini adalah Jenderal TNI (Purn.) Moeldoko dan Jhonny Allen Marbun.

Sementara yang menjadi termohon PK adalah Menteri Hukum dan HAM RI Yasonna H. Laoly sebagai Termohon I, serta Agus Harimurti Yudhoyono dan Teuku Riefky Harsya sebagai Termohon II.

Share :

Posted in

Berita Terkait

Rekomendasi untuk Anda

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

iklanIKN

Berita Terbaru

Rekomendasi Untuk Anda

Berita Terpopuler

Share :