62 Tahun Jokowi, Ukiran Si Tukang Kayu Untuk Indonesia

-
Rabu, 21 Jun 2023 15:35 WIB

No Comments

JokowiHUT

Jakarta, Vibrasi.co–Hari ini, Rabu, 21 Juni 2023, Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) genap berusia 62 tahun. Presiden RI ketujuh ini lahir di Solo, 21 Juni 1961 dari pasangan Hj. Sudjiatmi dan Widjiatno Notomihardjo, keluarga pedagang kayu.

Usaha kayu keluarga Jokowi turun temurun dari kakeknya. Ibunda Jokowi merupakan anak dari Wiroredjo dan Sani, pedagang kayu dari Boyolali.

Hj. Sudjiatmi bersama suaminya, Widjiatno yang berasal dari Karanganyar, meneruskan usaha keluarga tersebut. Pasangan ini melahirkan empat orang anak, Jokowi merupakan anak sulung.

Tiga adik Jokowi semuanya perempuan, yaitu Iit Sriyantini, Ida Yati, dan Titik Relawati.

Ayah Jokowi wafat di usia 60 tahun. Beliau lahir pada 30 Desember 1940 dan meninggal dunia pada 23 Juli 2000 atau lima tahun sebelum Jokowi terpilih menjadi Walikota Solo pada 2005.

Sedangkan Ibunda Jokowi masih sempat menyaksikan putra sulungnya terpilih dua kali menjadi presiden pada 2014 dan 2019,  beliau wafat pada Maret 2020 dalam usia 77 tahun.

Jokowi terjun ke dunia politik ketika dirinya sukses memenangkan Pilwakot Solo bersama FX Hadi Rudyatmo pada tahun 2005.

Dari sinilah ukiran prestasi dari seorang tukang kayu asal Solo dimulai.

Sosok Jokowi memang bukan seperti politisi kebanyakan. Jokowi tidak terlalu pandai bicara atau orasi. Gaya bicaranya tidak terkesan diatur-atur,  tidak terkesan ilmiah, tidak terkesan seperti seorang intelektual dengan segala istilah asingnya.

Bahasa yang keluar dari bibirnya adalah bahasa orang Jawa yang apa adanya, santun, tidak berapi-api, bahkan dalam berbagai kesempatan ia seperti orang yang kikuk ketika berbicara.

Tapi soal prestasi, Si Tukang Kayu ini tidak main-main. Selama memimpin Solo banyak perubahan yang berhasil ia lakukan.

Jokowi memulai mengubah Solo dengan tagline “Solo : The Spirit of Java”. Bersama jajarannya di Pemerintahan Kota Solo, secara progresif Ia memimpin rebranding Solo menjadi “Kota Budaya” dan “Kota Batik”.

Ukiran keberhasilan yang kerap dicatat adalah merelokasi ratusan PKL Taman Banjarsari hampir tanpa gejolak. Ia mengembalikan lokasi itu menjadi ruang terbuka hijau yang asri.

Kemudian Jokowi juga menata transportasi umum yang semrawut di Solo. Ia melakukan pendekatan ke pengusaha transportasi hingga ke sopir-sopir angkot. Sekali lagi, nyaris  tanpa gejolak perlawanan, ia sukses menata transportasi umum di Kota Solo.

Dari sanalah mulai dikenal istilah “Diplomasi Meja Makan”. Betul, diplomasi yang dilakukan Jokowi nyatanya sederhana. Ia mengundang semua pihak yang berkepentingan untuk duduk bersama, makan bersama, dan menyelesaikan secara bersama-sama pula. 

Diplomasi Meja Makan merupakan bukti pahatan tangan dari seorang tukang kayu berhasil mengukir kayu yang keras sekalipun.

Prestasi lain yang patut dicatat adalah keberhasilan Jokowi mendamaikan kisruh kekuasaan di Keraton Solo.

Setelah Paku Buwono XII wafat tahun 2004, sempat terjadi ‘perebutan’ kekuasaan antara dua puteranya, Sampeyan Dalem Ingkang Sinuwun Kanjeng Susuhunan (SDISKS) Paku Buwono XIII dan Kanjeng Gusti Pangeran Haryo (KGPH) Panembahan Agung Tedjowulan.

Selama tujuh tahun dua putera mahkota tersebut saling mengklaim kekuasaan. Hingga pemerintahan SBY terpaksa turun tangan dengan memberikan opsi,  Paku Buwono XIII sebagai Raja dan KGPH Panembahan Agung Tedjowulan sebagai wakil atau Mahapatih.

Keduanya setuju hingga dibuatlah perdamaian dan sepakat melakukan Penandatanganan Kesepahaman yang disaksikan sejumlah menteri era SBY ketika itu. Namun kertas tinggal kertas, nyatanya penandatanganan kesepakatan itu belum sepenuhnya diterima oleh kedua belah keluarga yang bertikai.

Jokowi yang terpilih menjadi Walikota Solo 2005 kemudian merasa ikut bertanggungjawab atas kekisruhan ini. Ia kemudian melakukan pendekatan ke masing-masing keluarga, melakukan diplomasi meja makan baik terbuka maupun diam-diam.

Selama delapan bulan Jokowi melakukan usaha mendamaikan kedua keluarga keraton. Hasilnya, pada 4 Juni 2012 Ketua DPR Marzuki Alie menyatakan konflik Keraton Surakarta berakhir dan kedua keluarga bersedia melakukan rekonsialiasi.

Pada tahun 2010 Jokowi dan FX Rudi kembali maju dalam Pilwakot Solo. Hasilnya fenomenal, pasangan ini kemenangan mutlak 90,09 persen. Jokowi pun terpilih menjadi Walikota Solo untuk kedua kalinya.

 

Masa Suram Penuh Cacian dan Fitnah

Tangan dingin Si Tukang Kayu untuk terus mengukir prestasi pun berlanjut. Hanya dua setengah tahun menjabat Walikota Solo periode kedua, ia ditarik ke Jakarta untuk beradu peruntungan menjadi Calon Gubernur DKI pada 2012.

Lagi-lagi Jokowi dipercaya warga DKI untuk memimpin Ibukota. Berpasangan dengan Ahok, Ia meraup suara 53% mengalahkan pasangan Fauzi Bowo-Nachrowi Ramli.

Tapi dari sinilah perjalanan Si Tukang Kayu mulai mengalami masa yang tidak mudah. Ia mendapat cacian, hinaan, bahkan fitnahan keji.

Ini situasi yang sungguh jauh berbeda ketika dua kali ia ikut Pilwakot Solo. Di Jakarta, hampir seluruh anggota keluarga Jokowi dihantam dengan isu tak sedap. 

Mulai dari tuduhan ijazah palsu, keturunan Cina, ibunya beragama non muslim, hingga tuduhan ayahnya antek PKI. Luar biasa masif fitnah dan cacian berseliweran di media sosial ketika itu.

Tapi Jokowi tetaplah Jokowi. Ia legowo. Layaknya seorang Jawa tulen, cacian ia hadapi dengan tetap tersenyum, ia tetap menundukkan kepala ketika bersalaman dengan siapapun.

Saat Si Tukang Kayu mulai bekerja di DKI. Sasarannya utamanya adalah mengatasi banjir dan macet.  Ia kemudian mencanangkan program normalisasi kali di DKI. Rumah-rumah yang berada di bantaran sungai digusur atau direlokasi. Mereka diberikan tempat di rusun-rusun yang telah disediakan pemerintah DKI. 

Di sisi lain Jokowi juga meneruskan program normalisasi BKT. Wilayah itu kini menjadi wilayah yang menarik dikunjungi untuk berolahraga karena sisi kanan dan kiri BKT dibuat taman atau ruang terbuka hijau.

Untuk urusan transportasi, Jokowi berani mengambil palu untuk langsung mengetok dimulainya pembangunan MRT. Puluhan tahun MRT hanya menjadi wacana, baru pada masa Si Tukang Kayu inilah diputuskan pembangunannya dari mulai halte bunderan HI sebagai titik groundbreaking.

Jokowi juga beruntung, karena ketika dirinya memimpin Jakarta, Dirut KAI Ignasius Jonan juga sedang membenahi KRL Jobadetabek. Alhasil transportasi KRL juga semakin membaik ketika itu.

Selanjutnya kepercayaan publik terhadap dirinya semakin hari semakin meningkat. Pada 2014 namanya santer dicanangkan sebagai bacapres. Sebagaimana ia ditarik dari Solo, Megawati kemudian merestui Jokowi maju sebagai Capres RI berpasangan dengan Jusuf Kalla.

Lagi-lagi Si Tukang Kayu ini berhasil memenangkan pemilihan. Artinya ia telah memenangkan pemilihan sebanyak empat kali, dan keempatnya ia menangkan semua. 

 

Membangun Infrastruktur Untuk Semua

Masih seperti Pilkada DKI 2012, cacian, hinaan, dan fitnah kepada Jokowi, tidak juga berhenti. Bahkan kini ia mulai diragukan keislamannya.

Ia dituduh tidak hafal bacaan shalat, tidak bisa mengaji, fotonya yang sedang sholat dan mengimami dianggap pencitraan, dan lain sebagainya.

Bahkan Jusuf Kalla yang mendampingi Jokowi sebagai cawapres, sempat marah dan menantang siapapun yang meragukan keislaman pasangan Jokowi-Kalla untuk adu mengaji.

Panasnya kampanye Pilpres 2014 cenderung lebih panas daripada Pilkada 2012. Pada masa ini, seluruh isu SARA dimainkan dengan segala cara.

Harkat dan martabat Jokowi sebagai seorang manusia biasa tidak lagi dihiraukan. Semua cara dianggap halal hanya untuk mencari celah agar dirinya gagal menjadi Presiden ke-tujuh.

Tapi nasib berkata lain. Si Tukang Kayu ini sukses terpilih menjadi presiden yang berlatar belakang warganegara  biasa untuk pertama kalinya. Jokowi seperti memberi mimpi dan harapan kepada semua rakyat Indonesia, bahwa siapapun bisa menjadi presiden. Meruntuhkan dogma yang selama ini bercokol puluhan tahun di benak orang Indonesia.

Jokowi kemudian mulai membangun infrastuktur Indonesia yang ketinggalan berpuluh tahun. Ia mulai membangun ribuan jembatan, membangun dan memperbaiki ratusan pelabuhan serta puluhan bandara, membangun waduk-waduk, membangun PLTB dengan kincir angin raksasa di Sulawesi.

Ia juga membangun ribuan km jalan tol dan non tol, mengaspal ribuan km jalan-jalan yang rusak, membangun jalan tol trans Sumatera, Trans Kalimantan, jalur lintas Timur Jawa, membangun proyek kereta di kalimantan dan Sulawesi, dan membangun jalan Trans Papua.

Tak hanya itu, ia juga membangun fasilitas-faslitas publik, membangun stadion olahraga, membangun dan memperbaiki sekolah-sekolah,  rumah sakit, dan ratusan fasilitas publik lainnya.

Apakah pujian ini berlebihan? Tidak. Faktanya memang Si Tukang Kayu inilah yang membangun infrastruktur Indonesia mengejar ketertinggalan dari negara lain.

Pembangunan infrastuktur yang masif oleh Jokowi, kemudian boleh dianggap menular ke pemerintah-pemerintah daerah yang peka dan menyadari kekurangan wilayahnya.

Banyak kepala daerah yang kemudian juga merasa malu jika jalan lingkungan di wilayahnya masih tergenang lumpur dan becek. Mereka lalu mengalokasikan anggaran untuk membangun, mengaspal, bahkan mengecor jalan-jalan lingkungan itu.

Kini Si Tukang Kayu telah memasuki periode kedua, ia mengukir lagi pahatan prestasi dengan mencanangkan Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara. Sebuah proyek yang bukan hanya prestisius. Tetapi proyek harga diri bangsa.

Proyek yang memang disiapkan sebagai pintu masuk Indonesia menjadi negara maju. Memiliki sebuah Ibu Kota Negara yang modern, maju, sekaligus hijau.  Membayangkan bagaimana tampilan IKN nanti, sungguh siapapun warga negara Indonesia pasti akan bangga.

Hari ini Si Tukang Kayu itu telah berusia 62 tahun. Ia masih punya kesempatan untuk mengukir prestasi di pahatan kayu bernama Indonesia. Bahkan jika ingin, kita berharap, teruslah mengukir dan memahat prestasi untuk Indonesia Pak.

Selamat Ulang Tahun Pak Jokowi.

  

Share :

Posted in

Berita Terkait

Rekomendasi untuk Anda

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

iklanIKN

Berita Terbaru

Rekomendasi Untuk Anda

Berita Terpopuler

Share :