- Politik
Selasa, 13 Jun 2023 10:00 WIB
Jakarta, Vibrasi.co–Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mendukung rencana pertemuan antara Ketua Umum Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dengan Ketua DPP PDIP Puan Maharani.
SBY menilai pertemuan putra sulungnya dengan anak Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri itu bakal memberikan manfaat.
“Partai Demokrat selalu berpendapat pertemuan yang berangkat dari niat baik, tujuan baik, membahas masalah-masalah bangsa tentu ada gunanya,” kata SBY kepada awak media.
Jika pertemuan tersebut terlaksana, maka menjadi pertemuan pertama petinggi Partai Demokrat dan PDIP yang digelar secara khusus sejak ‘perpisahan’ Megawati dan SBY.
Sebelumnya hampir 20 tahun lamanya, kedua partai tersebut tidak pernah bertemu atau menggelar pertemuan politik secara khusus. Sebab selama SBY menjadi presiden dua periode, yakni 2004-2009 dan 2009-2014, PDIP berdiri sebagai partai oposisi.
Sebaliknya, ketika PDIP menjadi partai pemenang pemilu dengan hasil Joko Widodo dua kali menjadi presiden, gantian Partai Demokrat yang berdiri berseberangan dengan pemerintah.
Megawati dan SBY memang pernah satu bertemu bahkan duduk satu meja pada tahun 2022, namun itu dalam rangka jamuan makan malam G20 di Bali. Bukan dalam rangka pertemuan politik secara khusus.
Sejarah Perpisahaan Megawati dan SBY
Dalam perpolitikan, perpisahan antara Megawati dan SBY sudah menjadi rahasia umum. Hal itu bermula ketika SBY menjadi Menkopolhukam saat Megawati menjabat sebagai Presiden RI menggantikan Gus Dur tahun 2002-2004.
Dikutip dari buku ‘Dari Soekarno Sampai SBY Intrik & Lobi Politik Para Penguasa’ yang ditulis, Tjipta Lesmana benih-benih konflik Mega-SBY bermula pada 2003, saat muncul isu SBY akan maju sebagai capres.
Berikut ini kronologinya.
Akhir 2003: Santer beredar isu Menko Polkam SBY akan maju dalam Pilpres 2004. SBY sering muncul dalam iklan di TV untuk sosialisasi pemilu. Karena banyak protes, KPU menghentikan tayangan itu. Kubu Mega mencium ‘aroma politik’ SBY dan mengucilkannya.
1 Maret 2004: Sesmenko Polkam Sudi Silalahi menyatakan, SBY merasa dikucilkan oleh Presiden Megawati dengan tidak dilibatkan dalam pembahasan tentang PP Kampanye Pejabat Tinggi Negara. Istana menjawab, saat itu SBY ada di Beijing. ‘Perang mulut’ kedua kubu pun kedua kubu pun dimulai. Taufiq Kiemas menyebut SBY ‘jenderal kok kayak anak kecil’.
9 Maret 2004: SBY mengirim surat pada Megawati, isinya konsultasi tugasnya sebagai Menko Polkam. Mega tak membalasnya.
11 Maret 2004: SBY mengirim surat pada Megawati, mengundurkan diri sebagai Menko Polkam.
13 Maret 2004: SBY berkampanye di Banyuwangi untuk Partai Demokrat.
16 September 2004: ‘Debat capres’ di televisi. Mega berpesan pada panitia bahwa tidak ada acara jabat tangan antar sesama capres.
5 Oktober 20004: Hari TNI ke-59, Presiden Megawati berpesan agar semua pihak legowo menerima hasil pilpres. Mega meneteskan air mata.
Saat itu KPU telah mengumumkan bahwa pemenang pilpres adalah SBY. SBY hadir dalam HUT TNI itu dan menjadi ‘bintang lapangan’. Tempat duduk SBY dan Mega diatur sedemikian rupa sehingga keduanya tidak berjumpa.
20 Oktober 2004: SBY membacakan sumpah presiden. Mega yang diundang menolak datang dengan alasan agar khusyuk mendoakan acara SBY itu berjalan lancar. Faktanya, Mega memilih berkebun dan membaca buku di rumahnya di Kebagusan, Jaksel.
20 Oktober 2004 sore: Mega mengundang warga sekitar dan kader PDIP untuk buka puasa di Kebagusan. “Saya katakan, kita bukan kalah (dalam pemilu), tapi kurang suara. Jangan merasa kita kalah, kita hanya kekurangan suara!” pidato Mega kala itu.
Saat Mega bertanya apakah kader PDIP siap merebut kembali “kursi” yang lepas itu, hadirin menjawab, “Siaaap!”
Sementara itu, dikutip dari buku ‘Jejak Para Pemimpin’ yang ditulis oleh Hanta Yuda dan Tim Poltracking Indonesia, Megawati bahkan mengaku ditikam dari belakang oleh SBY.
“Kalau orang lain, Amien Rais presiden, Wiranto presiden, siapalah, saya datang. Namun, kalau ini (Yudhoyono) saya nggak bisa karena dia menikam saya dari belakang,” kata Megawati.
Tahun 2005: Indonesia menjadi tuan rumah Peringatan 50 Tahun Konferensi Asia Afrika. Presiden SBY mengirim Menteri ESDM Purnomo Yusgiantoro untuk mengirim undangan pada Mega, sebab Purnomo dinilai dekat dengan Mega. Mega menolak menerima Purnomo.
Sejak peristiwa tahun 2004 itulah Megawati dan SBY tidak pernah bertemu secara khusus.
Bahkan selama 10 tahun SBY menjadi presiden, Megawati tidak pernah mau hadir di Istana Negara meskipun diundang.
Begitupun SBY tidak pernah hadir memperingati upacara peringatan 17 Agustus di Istana meskipun undangan selalu dikirim oleh Presiden Jokowi.
Pertemuan dua anak mantan presiden yang rencananya bakal digelar dalam waktu dekat, akan menjadi catatan sejarah bahwa selama hampir dua puluh tahun, akhirnya Partai Demokrat dan PDIP duduk satu meja dalam agenda politik yang memang khusus direncanakan.
APakah pertemuan ini akan menjadi pintu rekonsiliasi antara Megawati dan SBY?
Posted in Politik