Catatan Ekonomi INDEF : Daya Beli Masyarakat Turun

-
Jumat, 07 Feb 2025 09:28 WIB

No Comments

indes ekonomi

Jakarta, Vibrasi.co–Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menyorot pertumbuhan ekonomi Indonesia tumbuh 5,03% secara keseluruhan pada 2024. Capaian ini menandakan pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami stagnasi, jika dibandingkan dengan capaian di 2023.

Tren deflasi yang terjadi secara berturut-turut serta pelemahan Purchasing Managers’ Index (PMI) sepanjang kuartal IV/2024 menjadi indikasi awal terjadinya pelemahan sisi permintaan maupun penawaran. 

Indef mencatat, kondisi ini menegaskan perekonomian Indonesia masih menghadapi tantangan struktural serius.

“Hal ini menjadi alasan capaian pertumbuhan pada kuartal IV/2024… yang tercatat sebesar 5,02% (yoy)… atau lebih lambat 0,02% dibandingkan pada periode yang sama di tahun sebelumnya,” ucap Kepala Center of Industry, Trade, and Investment (CITI) Indef Andry Satrio Nugroho, Jakarta, Rabu (5/2).

Dengan capaian tersebut, Andry melanjutkan, Indonesia akan semakin sulit untuk mencapai pertumbuhan ekonomi di atas 5% di 2025. Terlebih, tidak ada langkah yang serius dilakukan pemerintah. 

“Indonesia saat ini mengalami tantangan struktural yang serius di mana dapat dilihat dari sisi daya beli masyarakat terus tergerus dan pelemahan industri yang cukup serius, sehingga dibutuhkan paket kebijakan stimulus untuk membangkitkan kedua hal tersebut”, ungkapnya.

Untuk itu, dia meminta pemerintah untuk perlu segera mengeluarkan lima paket kebijakan stimulus industri dan hilirisasi. Pertama, memastikan harga energi kompetitif dengan memberikan keringanan bagi industri untuk membayar listrik dan penyaluran Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) sesuai dengan volume yang ditetapkan.

Kedua, menurunkan biaya logistik melalui penurunan tarif tol khusus bagi kendaraan logistik. Ketiga, mengevaluasi kebijakan lartas dan perlindungan pasar domestik.

Keempat, menurunkan pungutan dan iuran yang dibebankan kepada perusahaan, serta mendorong pemberantasan pungutan liar yang marak terjadi. 

“Kelima, mendorong penyaluran kredit bagi industri manufaktur dan mendirikan lembaga penjaminan investasi khusus bagi proyek-proyek hilirisasi,” paparnya.

Sementara itu, Ekonom CITI Indef Dzulfian Syafrian juga ikut menyoroti peran belanja pemerintah yang selama ini juga menjadi salah satu motor utama penggerak ekonomi. Yang bakal terimbas kebijakan efisiensi anggaran oleh presiden.

Menurutnya, kebijakan efisiensi belanja pemerintah hari ini akan membuat beban untuk menjaga pertumbuhan ekonomi harus dialihkan ke sektor swasta. Sayangnya, dia menilai, upaya ini juga tidak akan mudah.

“Masalahnya, apakah kemudahan berusaha, situasi industri, iklim investasi, dan kebijakan insentif sudah cukup mendorong swasta untuk berperan lebih besar? Tanpa kebijakan yang lebih progresif dan konkret, pertumbuhan di atas 5%, apalagi cita-cita 8%, ini bisa jadi utopis,” tegas Dzulfian.

Pertumbuhan Sektor Manufaktur 2024
Selain itu, Indef juga mencatat, pertumbuhan ekonomi sektor manufaktur yang berperan sebagai pencipta lapangan kerja berkualitas pada 2024 hanya tumbuh sebesar 4,43%. Dzulfian menegaskan, hal ini menandakan sektor industri masih menghadapi berbagai kendala struktural.

Dari sisi investasi, realisasi penanaman modal PMA dan PMDN selama kuartal IV/2024 mencapai Rp452,8 triliun, meningkat sebesar 23,8% (yoy). 

“Namun, peningkatan investasi ini belum sepenuhnya terserap ke sektor produktif yang berkontribusi langsung pada penciptaan lapangan kerja dan peningkatan daya saing industri domestik,” urainya.

 

Perkembangan ekspor dan impor juga mencerminkan ketidakseimbangan dalam ekonomi Indonesia. Nilai ekspor barang pada kuartal IV/2024 mencapai US$71,88 miliar, meningkat 8,04% (yoy), sementara nilai impor barang mencapai US$62,79 miliar, meningkat 9,46% (yoy). 

Defisit perdagangan barang menunjukkan, pertumbuhan ekonomi masih bergantung pada impor bahan baku dan barang modal yang mencerminkan lemahnya kapasitas industri dalam negeri.

Untuk itu, Indef mendesak pemerintah untuk segera mengambil langkah konkret. Guna mencapai pertumbuhan ekonomi di atas 5%, serta membuat pembangunan Indonesia menjadi lebih berkualitas dan inklusif. 

Dia juga menyebut, kebijakan yang hanya berorientasi pada angka pertumbuhan tanpa memperhatikan kualitasnya akan menjadi bumerang di masa depan. 

“Oleh karena itu, langkah-langkah strategis untuk menguatkan daya beli masyarakat, mendorong peran swasta, menarik investasi produktif, serta memperbaiki iklim bisnis harus menjadi prioritas utama pemerintah ke depan,” paparnya.

Share :

Posted in

Berita Terkait

Rekomendasi untuk Anda

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

iklanIKN

Berita Terbaru

Rekomendasi Untuk Anda

Berita Terpopuler

Share :