Wijayanto Samirin Soroti Politik Biaya Tinggi di Indonesia

-
Jumat, 06 Des 2024 16:35 WIB

No Comments

wijayanto2

Jakarta, Vibrasi.co–Indonesia menghadapi tantangan besar di bidang demokrasi lantaran rendahnya akuntabilitas dari pelaku demokrasi itu sendiri. Hal ini akhirnya dapat menimbulkan demokrasi berbiaya tinggi.

Menurut Wijayanto Samirin, akademisi Universitas Paramadina, ada korelasi antara politik dan ekonomi dalam konteks demokrasi Indonesia yang mahal.

“Pilpres dan Pileg di Indonesia sering kali menjadi ajang money laundering terbesar, dengan dana besar yang tidak jelas asal-usulnya. Demokrasi yang mahal ini justru menciptakan ekonomi biaya tinggi hingga mencapai Rp140 triliun” jelasnya dalam acara Orasi Kebangsaan yang digelar di Universitas Paramadina, Jumat (6/12/2026).

Wijayanto menambahkan, akibat praktik demikian maka memunculkan risiko high-cost economy dan potensi pencucian uang dalam skala besar.

“Sistem politik yang terlalu mahal pada akhirnya membuka celah bagi investor untuk meminta imbalan berupa kebijakan yang berpihak pada mereka” ujar Wijayanto.

Ia juga menegaskan bahwa formula korupsi, CORRUPTION = DISCRETION + MONOPOLY – ACCOUNTABILITY, tidak sepenuhnya berlaku di Indonesia karena politik dan bisnis saling berkelindan.

“Di Indonesia, demokrasi cenderung terkonsentrasi pada eksekutif. Dengan delapan pimpinan partai politik yang menjadi anggota kabinet, sidang kabinet hampir menyerupai pleno DPR” tambahnya.

Tak hanya itu, monopoli sektor publik, swasta, dan politik semakin memperburuk situasi. Karenanya ia mendorong pentingnya untuk memisahkan urusan politik dan bisnis agar demokrasi berjalan dengan sehat.

“Yang terjadi di Indonesia adalah monopoli. Swasta, politik, birokrasi sudah menjadi sama,” ujarnya. 

Ia sendiri tidak menampik ada fenomena politik yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi Indonesia. Ia mencatat bahwa meskipun ada dampak positif pada perekonomian Pemilu, efek jangka panjangnya menambah biaya demokrasi.

Menurutnya, pesta demokrasi ini menciptakan beban ekonomi besar yang mempengaruhi daya beli dan stabilitas ekonomi nasional. “Demokrasi yang mahal, nanti ujung-ujungnya adalah ekonomi yang mahal,” ucapnya.

Share :

Posted in

Berita Terkait

Rekomendasi untuk Anda

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

iklanIKN

Berita Terbaru

Rekomendasi Untuk Anda

Berita Terpopuler

Share :