- Index
Jumat, 29 Nov 2024 16:41 WIB
Jakarta, Vibrasi.co–Pemerintah melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menekankan pentingnya penguatan konsep perikanan yang berkelanjutan dan modern dengan didukung penerapan teknologi mutakhir. Hal itu guna menjadikan Indonesia mampu menjadi juara perikanan dunia.
Direktur Jenderal Perikanan Budidaya KKP Tb Haeru Rahayu menjelaskan, pemerintah memiliki program unggulan budidaya yang mengusung visi blue economy atau ekonomi biru. Sehingga secara nilai perekonomian serta keberlanjutan lingkungan, keduanya berjalan beriringan.
“Sektor budidaya ini memiliki tagline budidaya yang berkelanjutan dan juga modern. Artinya kita harus memastikan budidaya ini end to end menjadi tangung jawab kita, sehingga bukan hanya berkelanjutan tapi juga modern. Jangan kita mikirin ekonominya saja, cuannya saja, tapi keberlanjutannya tidak. Atau sebaliknya juga jangan,” kata Dirjen Budidaya Perikanan KKP Tb Haeru Rahayu dalam podcast bersama Om Why dalam program The Blue’s Talk, Kamis (28/11/2024).
Dia menjabarkan, KKP memiliki lima konsep kebijakan, salah satunya penguatan budidaya, terkait sektor perikanan. Harapannya agar Indonesia dapat memenuhi kebutuhan protein nasional dan juga internasional. Berdasarkan catatannya, penduduk Indonesia yang hampir 300 juta penduduk ditambah dengan populasi dunia yang hampir menyentuh angka 8 miliar penduduk membutuhkan suplai protein yang tidak sedikit. Bahkan pada 2050 mendatang, diproyeksi populasi masyarakat dunia mencapai 10 miliar.
“Dari jumlah populasi yang besar itu, maka pemenuhan kebutuhan basic proteinnya dari mana? Ternak gak mampu (memenuhi kebutuhan), sehingga sektor budidaya perikanan menjadi suatu jawaban. Gak bisa kita hanya mengandalkan tangkap, kita harus lakukan budidaya yang berkelanjutan dengan pemanfaatan teknologi yang mutakhir,” ujarnya.
Namun sayangnya, kata Tb Haeru, sektor budidaya perikanan di Indonesia belum sekuat negara tetangga seperti Vietnam. Sektor perikanan Indonesia baru menghasilkan 13 juta ton produk ikan, dan rumput laut baru menyentuh angka 10 juta ton budidaya.
Dari 13 juta produk ikan itu, sebesar 7 juta ton berasal dari hasil tangkap dan 6 juta ton berasal dari sektor budidaya. Artinya, kata Tb, sektor budidaya perikanan di Indonesia masih tertinggal jauh dan belum tergarap secara maksimal.
“Kita gak bisa mengandalkan tangkapan, memang harus budidaya. Nah strateginya gimana nih? Karena kita mengusung visi berkelanjutan, maka kita buat modeling yang baik, modeling ini jadi tanggung jawab pemerintah supaya kita memberi contoh bagaimana budidaya itu yang baik dan benar dari hulu ke hilir. Kita juga terapkan teknologi yang modern, jadi jangan yang selalu tradisional,” ujarnya.
Tata kelola budidaya perikanan yang paling established itu di produk udang. Namun demikian, kata Tb Haeru, luas lahan yang dimiliki pembudidaya udang seluas 300.5001 hektare. Dari jumlah itu, seluas 247.803 hektare-nya masih digarap secara tradisional, yakni sebesar 82%.
“Nah, kalau masih digarap secara tradisional ini maka bisnis kontinuitinya masih riskan. Maka perlu revitalisasi, ada pendampingan, ada penyuluhan. Ini yang sedang kita lakukan,” ujarnya.
Seiring dengan hal tersebut, kata Tb Haeru, KKP juga sedang menggenjot penguatan teknologi lainnya di bidang pakan. Seperti pemanfaatan kerang coklat sebagai pakan. Ia juga menekankan bahwa KKP saat ini fokus terhadap pemenuhan bibit unggul bagi produk perikanan.
Untuk itu pihaknya menjabarkan tiga hal yang menjadi fokus strategi sektor budidaya. Pertama, wadah budidaya yang mencakup tambak, aquarium, plastik, hingga budidaya menggunakan bak. Kedua, media budidaya yang meliputi ketersediaan air, baik itu air tawar, laut, dan payau. Ketiga, biota budidaya, seperti udang dan lain-lain.
“Kalau kita terapkan tiga basic ini dan implementasikan pada konsep budidaya dengan skala keekonomian yang cukup, saya punya keyakinan ada kontuinitas dan keberlanjutan ini bisa berjalan. Bagaimana turunannya itu? Negara melalui KKP sebagai regulator harus membuat instrumen-instrumen sampai bawah hingga ke level pembudidaya, good aquaculture,” ujar Tb Haeru.
Kapan Indonesia Bisa Jadi Champion Perikanan Dunia?
Berdasarkan catatan KKP pada 2023, pasar seafood dunia menghasilkan nilai sebesar hampir 270 miliar dolar AS. Jumlah tersebut diprediksi pada 10 tahun mendatang akan mencapai 420 miliar dolar AS.
“Jumlah itu kan luar biasa. Dan kalau kita lihat, kita punya proyeksi pasar dunia, Asia Pasifik nomor satu, kemudian Eropa, Amerika Utara, Amerika Selatan, Timur Tengah, dan Afrika. Artinya, ikan itu dibutuhkan oleh semua orang di dunia ini,” ujarnya.
5 Komoditas Perikanan Prioritas KKP
Tb Haeru menjelaskan bahwa komoditas perikanan jumlahnya sangat besar. Namun demikian, diperlukan pengklasifikasian komoditas utama yang menjadi prioritas pemerintah. KKP membuat lima komoditas perikanan prioritas.
Pertama, kelompok udang. Tb Haeru menyebut bahwa pemerintah sudah membuat modeling budidaya kelompok udang. Budidaya udang vaname, misalnya, dilakukan di Kebumen di lahan eluas 100 hektare.
Kedua, rumput laut. Saat ini Indonesia menjadi negara kedua terbesar penghasil rumput laut setelah China.
Ketiga, ikan tilapia atau kelompok ikan nila. Budidaya ikan tilapia salah satunya dilakukan di Karawang di lahan seluas 84 hektare.
Tb Haeru menyebut, potensi ikan nila tidak sembarangan sepanjang Indonesia bisa mengelolanya dengan baik.
“Di Pantura ada 78 ribu hektare yang lahannya disinyalir mangkrak bekas budidaya udang windu 30 tahun yang lalu. Sehingga harus dilakukan revitalisasi, tapi kalau untuk (budidaya) udang bisa berat karena udang ini sensitif dan tidak cocok dengan kondisi di Pantura, sehingga mesti mencari terobosan, yang lebih mudah tapi punya pasar bagus, ikan tilapia jawabannya,” ujarnya.
Dia mencatat, market size ikan tilapia sekitar 14 miliar dolar AS. Dan pada 10 tahun mendatang diproyeksi market size-nya bisa menyentuh 23 miliar dolar AS.
Keempat, kepiting bakau. Untuk modelingnya, kata dia, KKP masih mempersiapkan. Terdapat lahan di Pasuruan sekitar 30 ribu hektare meski market size kepiting bakau masih di angka 679 juta dolar AS.
“Tapi kita yakin marketnya terus tumbuh,” ujarnya.
Kelima, lobster di Batam. Ia menyebutkan budidaya lobster di Batam didukung oleh sumber daya alam yang kuat. Adapun potensi budidaya lobster di Batam berkisar 419 juta dolar AS.
“Apabila ini diimplementasikan, maka dalam 5-10 tahun ke depan Indonesia bisa menjadi champion perikanan dunia,” pungkasnya.