Para Pakar Sebut Kerjasama Indonesia-China Harus Setara

-
Sabtu, 16 Nov 2024 12:59 WIB

No Comments

Indonesia China

Jakarta, Vibrasi.co–Sengketa wilayah di Laut China Selatan (LCS) kembali menjadi perhatian Internasional, terutama dengan meningkatnya aktivitas China di kawasan tersebut. Sejumlah pakar menyoroti hal tersebut dalam diskusi yang diadakan oleh Universitas Paramadina mengenai “Hubungan Politik dan Ekonomi Indonesia-China” pada Jumat (15/11/2024).

Guru Besar Bidang Hukum Internasional Universitas Indonesia Prof. Hikmahanto Juwana menilai klaim sembilan garis putus (nine-dash line) yang diajukan oleh China adalah tindakan sepihak dan melanggar hukum Internasional.

“Klaim ini tidak didasarkan pada Konvensi Hukum Laut Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNCLOS), sehingga menjadi sumber perdebatan global,” katanya.

Singgungannya dengan Indonesia, China berupaya konsep 9 dash line ini diterima oleh Indonesia, namun pemerintah Indonesia selalu menolak atau tidak pernah mengakui adanya 9 dash line.

“China, setiap kali ada pemerintahan baru di Indonesia selalu mencoba memprovokasi untuk menguasai 9 dash line di wilayah Indonesia. Di zaman Jokowi gagal (2016 & 2020), karena Jokowi bereaksi sampai membuat rapat di KRI Imam Bonjol. Sekarang dicoba lagi di era Prabowo. China tetap ingin 9 dash line nya diterima,” ujarnya..

Menurut Hikmahanto, China juga telah menggunakan coast guard untuk melindungi nelayan mereka di wilayah yang mereka klaim. Hal ini memperlihatkan upaya sistematis China untuk mengokupasi wilayah yang sebenarnya berada di bawah kedaulatan Indonesia, seperti yang terjadi di Natuna pada tahun 2016. 

Sementara dalam konteks investasi, Prof. Hikmahanto mengingatkan bahwa investasi senilai Rp157 triliun yang dibawa oleh Menteri Pertahanan Prabowo Subianto dari China harus dipastikan tidak mempengaruhi sikap tegas Indonesia dalam isu kedaulatan laut Indonesia.

Senada dengan Hikmahanto,  Dr. Peni Hanggarin juga menyoroti kerjasama Indonesia-China harus benar-benar memberikan manfaat seimbang bagi kedua negara. 

Dr. Peni Hanggarini memandang hubungan bilateral Indonesia-China memiliki banyak capaian positif, terutama dalam sektor ekonomi. Ia menyoroti bahwa China adalah investor asing terbesar kedua di Indonesia setelah Singapura, dengan total perdagangan bilateral mencapai USD 139 miliar hingga Maret 2023.

“Kerja sama Indonesia-China telah menghasilkan manfaat signifikan. Namun, kesetaraan dalam pengaruh dan keuntungan masih perlu ditinjau lebih dalam. Apakah kepentingan kedua negara sudah seimbang? Ini adalah pertanyaan yang harus kita jawab,” jelas Dr. Peni.

Namun, ia juga mengingatkan bahwa strategi China di LCS melalui pendekatan grey zone sebuah operasi koersif di bawah ambang batas operasi militer terbatas berpotensi memicu ketegangan. Hal ini berdampak negatif pada keamanan maritim, jalur perdagangan, aktivitas nelayan, dan stabilitas kawasan.

“Indonesia memiliki posisi strategis sebagai negara middle power. Kita harus konsisten dalam memperjuangkan kepentingan nasional sambil tetap menjaga hubungan baik dengan China,” tegas Dr. Peni.

Share :

Posted in ,

Berita Terkait

Rekomendasi untuk Anda

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

iklanIKN

Berita Terbaru

Rekomendasi Untuk Anda

Berita Terpopuler

Share :