TPN Ganjar-Mahfud Tolak Pendapat Bahwa TSM Kewenangan Bawaslu

-
Jumat, 05 Apr 2024 10:14 WIB

No Comments

todung mulya lubis

Jakarta, Vibrasi.co–Deputi Hukum Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar-Mahfud, Todung Mulya Lubis menolak argumen dari kubu Prabowo-Gibran yang menyebut pelanggaran administratif pemilu yang Terstruktur, Sistematis, dan Masif (TSM) adalah kewenangan Bawaslu.

Menurut Todung, pelanggaran pemilu yang bersifat TSM, tetap berada dalam kewenangan Mahkamah Konstitusi (MK).

“Kami tetap melihat persoalan TSM itu merupakan bagian dari kewenangan MK. Kalau kita membaca Pasal 22E Undang-Undang Dasar 1945 dan Pasal 24C ayat (1) UUD 1945. Kita mesti kembali ke sana sebagai hukum dasar kita,” kata Todung di Gedung MK RI, Jakarta, Kamis (4/3/2024).

Todung menganggap argumen kubu Prabowo-Gibran adalah argumentasi sempit. 

“Kami menolak, ya, argumentasi itu. Kenapa? Karena proses pilpres, pemilu itu tidak terpisah dari proses pra-pencoblosan, pencoblosan, dan pasca-pencoblosan,” tambahnya.

BACA JUGA : Airlangga dan Sri Mulyani Sudah Terima Undangan MK, Nyatakan Siap Hadir

Karenanya Todung mendorong agar MK melihat Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilpres 2024 ini secara holistik atau menyeluruh, termasuk di dalamnya unsur TSM.

Sebelumnya dalam sidang lanjutan PHPU di Gedung MK, Kamis, (4/4/2024), Pakar Hukum Tata Negara Abdul Chair Ramadhan mengatakan perkara TSM kewenangan Bawaslu.

Abdul Chair merupakan saksi ahli dari Tim Hukum Prabowo-Gibran. Chair berpendapat, sesuai UU Pemilu, MK hanya berwenang mengadili keberatan terhadap hasil penghitungan suara. Bukan memutuskan pemilu ini berlangsung TSM atau tidak. 

“Tegasnya, selain penghitungan suara adalah bukan menjadi kompetensi Mahkamah Konstitusi,” kata Abdul Chair. 

Menurutnya, sesuai Pasal 475 ayat (2) UU Pemilu, yang tertulis bahwa “Keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya terhadap hasil penghitungan suara yang memengaruhi penentuan terpilihnya pasangan calon atau penentuan untuk dipilih kembali pada Pemilu Presiden dan Wakil Presiden”.

Abdul menyatakan, frasa tersebut jelas menyatakan bahwa MK berwenang hanya terhadap hasil penghitungan suara. 

“Di sini tidak ada peluang untuk memperluas atau menafsirkan lain kewenangan MK tersebut. Dengan kata lain, tidak boleh ada rechtsvinding (penemuan hukum),” katanya. 

Share :

Posted in ,

Berita Terkait

Rekomendasi untuk Anda

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

iklanIKN

Berita Terbaru

Rekomendasi Untuk Anda

Berita Terpopuler

Share :