Kronologi Korupsi PT Timah yang Rugikan Negara Rp 271 Triliun

-
Jumat, 29 Mar 2024 06:09 WIB

No Comments

kasus korupsi timah

Jakarta, Vibrasi.co–Kasus korupsi di BUMN bidang produksi timah nasional, PT Timah Tbk,  cukup mengagetkan publik. Lantaran total kerugian negara dalam kasus ini ditaksir senilai Rp 271 triliun.

Nilai kerugian ini termasuk dampak ekonomi terhadap ekologi atau kerusakan lingkungan akibat prilaku penambangan timah yang sembrono demi memperkaya diri sendiri. 

Menurut Guru Besar Fakultas Kehutanan IPB, Prof. Bambang Hero Saharjo, kerugian yang berdampak pada rusaknya lingkungan inilah menjadi kerugian terbesar kasus ini.

“Total kerugian akibat kerusakan yang juga harus di tanggung negara adalah Rp 271.069.688.018.700,’ kata Bambang dalam keterangan pers pada Februari silam di Gedung Kejagung Jakarta.

 

Kronologi korupsi PT Timah

Dalam pemaparan awal kasus yang digelar Kejagung pada bulan Februari, Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Sumedana,  menjelaskan kronologi kasus ini.

Pada tahun 2018, CV VIP melakukan MoU dan menyewa peralatan processing peleburan timah dengan PT Timah Tbk. Tersangka Tamron alias Aon selaku pemilik CV VIP menyuruh Achmad Albani (Manager Operasional Tambang CV VIP) untuk menyediakan bijih timah dengan cara membentuk beberapa perusahaan fiktif.

Akhirnya terealisasi dengan nama CV SEP, CV MJP dan CV MB. Perusahaan itu menampung bijih tima ilegal dari IUP PT Timah Tbk.

Selanjutnya, agar kegiatan itu terlihat legal, PT Timah lalu menerbitkan Surat Perintah Kerja (SPK) yang ditandatangi oleh Direktur Utama M Riza Tabrani. Isi SPK  menerangkan bahwa perusahaan-perusahaan itu memperoleh kontrak kerja borongan pengangkutan sisa hasil timah.

Awalnya kasus ini terbongkar oleh Kejagung Bangka Belitung. Lembaga ini menahan Aon dan Albani yang terbukti mengakali praktik ilegal tersebut.

Dari pengungkapkan kasus Aon dan Albani, ternyata kasus ini semakin berkembang dengan skala yang tidak kalah besar dan menyeret banyak tersangka.

Kemudian muncul tersangka Suwito Gunawan dan M Gunawan, keduanya memiliki perusahaan yang melakukan perjanjian kerja sama dengan PT Timah Tbk pada tahun 2018. Perjanjian itu tentang sewa menyewa peralatan processing peleburan timah.

Perjanjian tersebut terbit dengan persetujuan petinggi PT Timah, yakni Riza (direktur utama), Emil Ermindra (direktur operasional), serta Alwin Albar (direktur keuangan).

 

Pada saat itu, Suwito meminta M Gunawan untuk menandatangani kontrak kerja sama serta menyuruhnya  menyediakan bijih timah dengan cara membentuk perusahaan boneka. Tujuannya untuk mengakomodir pengumpulan bijih timah ilegal dari IUP PT Timah Tbk, yang seluruhnya milik tersangka. 

Bijih timah tersebut diperoleh dari IUP PT Timah Tbk atas persetujuan dari PT Timah Tbk. Di mana baik bijih maupun logam timahnya justru dijual ke PT Timah Tbk.

Untuk mengumpulkan bijih timah hasil penambangan ilegal itu, para tersangka membentuk perusahaan boneka yaitu CV Bangka Jaya Abadi (BJA) dan CV Rajawali Total Persada (RTP).

Sedangkan dari sisi PT Timah, BUMN itu mengeluarkan biaya pelogaman selama tahun 2019 s/d 2022 yaitu senilai Rp975.581.982.776. Sedangkan, total pembayaran bijih timah yakni senilai Rp1.729.090.391.448.

Untuk melegalkan kegiatan perusahaan boneka, PT Timah Tbk menerbitkan Surat Perintah Kerja Borongan Pengangkutan Sisa Hasil Pengolahan (SHP) mineral timah. Di mana keuntungan atas transaksi pembelian bijih timah tersebut dinikmati oleh para tersangka. 

Tidak hanya itu, para tersangka juga mendapat persetujuan Riza untuk mengakomodir penambang-penambang timah ilegal di wilayah IUP PT Timah. Nantinya, produksi mineral biji timah ilegal itu dikirimkan ke smelter milik tersangka Suwito lalu dijual kembali ke PT Timah.

Share :

Posted in ,

Berita Terkait

Rekomendasi untuk Anda

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

iklanIKN

Berita Terbaru

Rekomendasi Untuk Anda

Berita Terpopuler

Share :