- Iptek
Kamis, 22 Feb 2024 15:48 WIB
Jakarta, Vibrasi.co–Angin tornado memang jarang terdengar di Indonesia. Umumnya angin kencang puting beliung yang intensitas maupun durasinya tidak terlalu lama.
Angin puting beliung adalah sebutan untuk tornado dengan skala lebih kecil. Durasi puting beliung biasanya tidak lebih dari 10 menit dengan radius pusaran angin yang tidak terlalu besar. Meski begitu, puting beliung juga dapat mengakibatkan kerusakan benda apapun yang berada di dalam pusarannya.
Sedangkan tornado merupakan pusaran angin dengan skala yang masif dan durasi antara 10 menit sampai 20 menit.
Ahli klimatologi dari Badan Riset dan Inovasi Indonesia (BRIN) Erma Yulihastin telah memastikan, angin kencang yang menimpa Kabupaten Bandung dan Sumedang kemarin adalah tornado. Dan ini merupakan tornado pertama di Indonesia.
Reaksi terhadap fenomena langka ini pun sangat beragam. Akun-akun di media sosial bahkan netizen memperdebatkan keamanan Bumi karena peristiwa yang sangat langka ini.
Sebuah akun yang kerap membagikan pengetahuan tentang astronomi menulis sebuah cuitan di X (Twitter) tentang kemustahilan terjadinya tornado di Indonesia.
“Kami turut berduka atas musibah tornado di Rancaekek. Ini adalah tornado pertama yang terjadi di Indonesia, yang seharusnya tidak bisa terjadi mengingat kita terletak di ekuator planet Bumi. Your planet is changing,” tulis akun @infoAstronom.
Akun itu menyebut Indonesia berada di ekuator bumi sehingga nyaris mustahil terjadi tornado. Mengapa demikian?
Alasan mengapa di Indonesia jarang atau tidak terjadi badai adalah karena letak astronomisnya. Indonesia terletak di lintang rendah garis ekuator yang berada di tengah bumi atau garis khatulistiwa.
Menurut National Weather Service, syarat pertama terjadinya badai adalah perairan laut yang hangat dengan suhu sekitar 27°C dan kedalaman sekitar 46 meter.
Untuk syarat pertama ini, Indonesia sudah memenuhinya lantaran memiliki laut yang dalam sekaligus hangat.
Namun letak geografis Indonesia yang berada di ekuator atau garis khatulistiwa, membuat Indonesia tidak memiliki pembelokan suhu udara karena terletak di ekuator.
Efek itu dinamakan efek coriolis, yakni pembelokan suhu udara akibat rotasi bumi. Di level maksimumnya, efek ini terjadi di dua kutub bumi. Sedangkan di garis ekuator di level nol.
Indonesia sendiri berada di garis ekuator sehingga wilayah ini jarang sekali terjadi badai topan atau tornado. Artinya, wilayah Indonesia yang bertekanan rendah karena berada di ekuator tidak memiliki efek coriolis.
Menurut Hong Kong Observatory, pada dasarnya pergerakan angin selalu mengarah dari daerah bertekanan tinggi (kutub utara dan selatan) ke daerah bertekanan rendah (ekuator termasuk Indonesia).
Namun, efek coriolis membelokkan angin yang mengarah pada pembentukan pusaran di sekitar daerah bertekanan rendah. Sehingga di wilayah ekuator jarang sekali terjadi pembentukan pusaran angin.
Lalu mengapa tornado kemarin terjadi di Rancaekek Bandung?
BRIN sendiri sebagai lembaga riset resmi pemerintah belum memperoleh jawaban atas fenomena langka ini. Dalam keterangan resminya, Kamis (22/2/2024) BRIN menyatakan bakal melakukan riset mendalam dan mengajak para ahli cuaca dunia untuk melakukan penelitian.
Bahkan sejumlah akun yang bergerak di bidang perubahan cuaca mengajak peneliti tornado di Amerika Serikat untuk membuka markas di Indonesia.
“BIG-TIME nipple or button #tornado in Indonesia. The Indonesian version of the Wray, Colorado tornado. We need to move a Team Dominator headquarters out there.” tulis @ReedTimmerUSA.
Posted in Iptek