- Index
Senin, 08 Jan 2024 16:32 WIB
Surabaya, Vibrasi.co–Guru Besar Departemen Kimia, Fakultas Sains dan Analitika Data Intitut Teknologi Surabaya (ITS) Prof. Dr Dra Yulfi Zetra MSc lakukan inovasi dengan membuat batubara cair. Bahkan batubara cair ini berpotensi menjadi alternatif bahan bakar minyak (BBM).
Yulfi mengungkapkan, proses kerja inovasi ini adalah melalui melalui proses pencairan untuk memecah makromolekul batubara padat menjadi cair hingga memiliki rasio hidrogen per karbon yang mendekati minyak fosil.
“Setelah proses hidrogenasi, akan diperoleh batubara dengan rasio hidrogen per karbon berkisar 1,2 – 1,8 dari yang semula hanya sebesar 0,3 – 0,9, “ujar Yulfi dalam keterangan tertulis yang diterima Vibrasi.co.
Namun sebelum itu, Yulfi mengulas proses hidrogenasi ini awalnya dengan menghancurkan batubara hingga menjadi partikel-partikel kecil dengan ukuran 200 mesh atau setara 0,074 milimeter.
Setelah itu, partikel tersebut akan dicampurkan dengan beberapa zat, di antaranya adalah pelarut minyak berat, katalis limonit SH, serta katalis belerang dan gas hidrogen.
Campuran tersebut dimasukkan ke reaktor pencairan batubara dan akan direaksikan pada suhu 450 derajat celsius dan tekanan sebesar 120 megapascal.
Setelah melewati proses selama 60 menit, akan menghasilkan produk batubara yang sudah memiliki rasio hidrogen. Selanjutnya, produk tersebut melewati proses distilasi fraksinasi pada suhu didih mulai 30 – 538 derajat celsius untuk mendapatkan beberapa fraksi, yakni nafta, Light Oil (LO), Middle Oil (MO), dan Heavy Oil (HO).
Namun sayangnya, produk fraksi yang salah satunya dapat digunakan sebagai bahan bakar diesel tersebut, masih memiliki kandungan belerang yang cukup tinggi. Sehingga berpotensi menimbulkan hujan asam yang dapat merusak lingkungan ketika ada pembakaran pada bahan bersulfur tinggi.
“Sehingga perlu ada desulfurisasi atau pengurangan kandungan sulfur untuk mengurangi tingkat kerusakan lingkungan,” tutur Yulfi mengingatkan.
Sementara itu, menurut Yulfi, berkurangnya kandungan sulfur juga tidak bagus bagi bahan bakar tersebut karena dapat mengurangi daya lumas pada mesin yang bisa menyebabkan terjadinya aus dan menurunnya performa mesin.
Untuk mengatasi hal tersebut, alumnus program doktoral Departemen Kimia ITS tersebut juga menginovasikan penambahan zat bioaditif berupa senyawa 2-hidroksietil risinoleat dari bahan hayati guna mempertahankan daya lumas bahan bakar tersebut.
Melalui serangkaian proses tersebut, terang Yulfi, akan menghasilkan suatu bahan bakar yang diharapkan dapat digunakan sebagai alternatif pengganti bahan bakar minyak yang terus menipis.
“Tak hanya sebagai sumber daya alternatif, produk inovasi tersebut juga ramah lingkungan, karenanya saya berharap inovasi ini dapat terus dikembangkan,” ujar Yulfi.
Sejalan dengan hal ini, Yulfi memandang pengembangan batubara cair ini menjadi langkah strategis dalam upaya mencari altrenatif bahan bakar sumbernya kini semakin menipis.
Pengoptimalan pemanfaatan batubara melalui hilirisasi batubara padat menjadi cair dan sintesis bioaditif pada bahan bakar fosil bersulfur rendah, merupakan ikhtiar dalam rangka menjamin ketersediaan bahan bakar di Indonesia.