- Figur
Rabu, 03 Jan 2024 15:32 WIB
Jakarta, Vibrasi.co–Rektor Universitas Paramadina Prof. Didik J. Rachbini, M.Sc., Ph.D mengaku sangat merasa kehilangan sosok Rizal Ramli yang meninggal dunia pada Selasa, (2/1/2024).
Didik memiliki hubungan yang cukup dekat dengan Rizal Ramli sejak keduanya memulai aktivitas penelitian di bidang ekonomi dan politik pada era Presiden Soeharto.
“Pertengahan 1990-an, Rizal Ramli mendirikan lembaga Think Tank ECONIT yang terkenal. Kemudian saya dan rekan-rekan mendirikan INDEF. Didirikan bersamaan pada masa Orde Baru masih sangat kuat dan monopoli kebenaran hanya ada di kelompok ekonom pemerintah,” ujarnya.
Didik juga bercerita, ia pernah mendapat telepon dari Rizal Ramli saat masih menjabat Menteri Koordinator Perekonomian (2000-2001). Saat itu, Rizal mengpresiasi artikel Didik yang dimuat di Harian Kompas.
“Beliau menelpon saya langsung dari kantornya hanya sekedar memberi apresiasi dan respek terhadap muatan ide di dalam tulisan saya di harian Kompas tentang utang Luar Negeri. Dulu jaman Orde Baru, kita tergantung kepada Utang Luar negeri sehingga ada sisi kurang berdaulat dan ada nuansa didekte dalam kebijakan ekonomi,” ujarnya.
Telepon dari Rizal Ramli tersebut membuat Didik kemudian melanjutkan ide-ide dari tulisan yang ia pernah buat.
“Sebab saya sudah tidak ingat keseluruhan ide dari tulisan tersebut karena hari-hari berikutnya selalu ada saja artikel yang harus saya tulisa untuk majalah Tempo, harian Republika, Bisnis Indonesia, dan lainnya,” tutur Didik.
“Setelah pembicaraan utang dan macam-macam selesai, saya berpikir, jika respon Menko Rizal baik, maka saya perlu membaca dan melanjutkan ide-ide yang ada di dalamnya. Saya membaca kembali tulisan tersebut dan saya pikir muatannya cukup mendalam dan kritis. Dari percakapan bersifat pribadi dan persahabatan intelektual tersebut, maka saya dengan dasar sub-sub bab dari tulisan tersebut kemudian menjadi bab-bab di dalam buku yang berjudul Ekonomi Politik Utang,” jelas Didik.
Didik mengatakan, relasinya dengan Rizal Ramli tidak melulu soal akademik. Tetapi juga yang bersifat pribadi. Ia memahami bahwa Rizal Ramli memiliki gejolak dan kegelisahan tentang berbagai persoalan bangsa.
“Saya memahami gejolak di dalam dirinya untuk terus mengobarkan tidak hanya hal akademik dan riset, tetapi juga gerakan yang terus menonjol dalam aktivitasnya sehari-hari,” tambahnya.
Di hari-hari terakhirnya, menurut Didik, Rizal Ramli lebih banyak menghabiskan waktu dalam gerakan oposisi melawan praktik anti demokrasi.
“Sepanjang hayatnya ia tidak pernah berhenti untuk menjaga demokrasi dengan caranya. Serta melakukan melakukan koreksi terus-menerus bahkan ketika demokrasi remuk redam seperti sekarang ini.” tambah Didik.
Menurut Didik, saat proses “Check and Balances” di dalam demokrasi formal mati, Rizal Ramli justru tetap konsisten hadir dan tampil ke depan menjaga marwah demokrasi.
“Jadi RR selama hidupnya hanyut di dalam arus gerakan, yang menjadikan rumahnya markas diskusi dan sekaligus gerakan. Itu semua untuk satu tujuan kontrol terhadap demokrasi. Karena tidak hendak masuk ke alam sistem dan tetap menempatkan posisinya di luar. Maka gerakannya terus-menerus dan selamanya menjadi opposisi kritis, bahkan sangat kritis,” tutupnya.
Rizal Ramli meninggal dunia dalam usia-69 tahun pada Selasa (2/1/204) pukul 19.30 WIB di RSCM Jakarta.
Rizal Ramli merupakan politisi kelahiran Padang, Sumatera Barat, pada tanggal 10 Desember 1954. Semasa muda ia adalah aktivisi mahasiswa di Intitut Teknologi Bandung (ITB).
Ia menyelesaikan doktor ekonomi di Amerika Serikat. Sekembalinya ke Indonesia Rizal Ramli sempat membangun lembaga penelitian di bidang ekonomi ECONIT bersama Laksamana Sukardi saat pemerintahan orde baru.
Posted in Figur