- Uncategorized
Selasa, 02 Jan 2024 20:50 WIB
Bandung, Vibrasi.co–Peristiwa gempa bumi yang terjadi di Sumedang, Jawa Barat, pada Minggu (31/12/2023) dan Senin (1/12/2024) menandakan bahwa wilayah Jawa Barat menyimpan potensi sesar yang belum terpetakan. Hal ini yang menjadi tugas peneliti maupun ahli geologi untuk melakukan pemetaan.
Menurut pakar geologi sekaligus dosen Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran Dr. Ir. Ismawan, M.T, sesar di Jawa Barat lantaran proses tumbukan lempeng tektonik Indo-Australia di selatan Jawa yang berlangsung setiap saat.
Dampak dari tumbukan tersebut kemudian menyebar dan terkonversi menjadi energi kinetik yang kemudian menimbulkan gempa.
“Begitu ada bidang-bidang ‘lemah’, di situlah dia akan bergerak. Mungkin awalnya tidak bergerak karena masih bisa tertahan (oleh lempeng yang ada), begitu ada energi, jebol, di situlah terjadi gempa,” papar Ismawan.
Jawa Barat sendiri setidaknya memiliki sejumlah sesar aktif dan sesar kecil yang sudah terpetakan. Di luar itu, ada banyak potensi sesar yang belum terpetakan tetapi memiliki dampak signifikan. Contohnya seperti peristiwa gempa bumi di Cugenang, Cianjur, 2022 silam merupakan akibat aktivitas sesar yang belum terpetakan.
Soal gempa bumi di Sumedang, Ismawan meyakini bahwa peristiwa tersebut bukan karena aktivitas sesar Cileunyi-Tanjungsari. Ini karena tiga lokasi episentrum gempa bumi di Sumedang berada jauh dari ujung timur laut sesar Cileunyi-Tanjungsari.
Ismawan juga menganalisis, jika melihat dari focal mechanism gempa bumi yang terjadi, kemungkingan arah sesar yang terlihat relatif dari barat ke timur.
“Sehingga kalau dibandingkan dengan sesar Cileunyi-Tanjungsari, itu arahnya berbeda,” jelasnya. Dengan demikian, kemungkinan penyebab gempa bumi yang terjadi di Sumedang adalah akibat aktivitas sesar yang belum terpetakan.
Selain itu, melihat lokasi episentrum gempa bumi yang berada di wilayah pusat kota Sumedang, Ismawan mengatakan bahwa lokasi ini sebelumnya belum pernah terjadi gempa bumi.
“Ini harus ada penelitian lebih jauh. Pemda dan ahli geologi harus menjelaskan ini sesar apa. Kalau sesar baru dia arahnya dari mana sampai di mana,” imbuhnya.
Lebih lanjut Ismawan menjelaskan, dari hasil observasi sebelumnya, Sumedang sendiri terdiri dari batuan rombakan gunung api yang belum terkonsolidasi lepas. Jenis batuan ini akan mengamplifikasi getaran apabila terjadi gempa bumi.
Hal ini yang menyebabkan ada dampak kerusakan yang terjadi akibat gempa bumi di Sumedang, salah satunya retaknya dinding terowongan tol Cisumdawu meskipun lokasinya berada jauh dari episentrum gempa.
“Berbeda dengan di daerah batuannya yang sudah keras, jadi sedikit lebih aman. Itu yang harus kita waspadai,” ujarnya.
Karena itu, pemerintah bersama lembaga terkait lainnya harus memperkuat edukasi mitigasi kebencanaan khususnya mengenai gempa bumi.
Berkaca dari peristiwa gempa bumi Sumedang dengan lokasi episentrum gempa di wilayah yang sebelumnya tidak pernah terjadi gempa bumi, maka edukasi kebencanaan tetap harus dilakukan.
“Bisa saja masyarakat tahu tentang mitigasi tapi tidak terlalu care, harus dilakukan mitigasi yang intens,” pungkasnya
Posted in Uncategorized