Renungan : Kaya Mulia dengan Wakaf

-
Kamis, 20 Apr 2023 14:41 WIB

No Comments

Agus BWi

Puasa segera berakhir dan tinggal menghitung beberapa hari. Beberapa kegiatan mengakhiri puasa ditandai dengan arus mudik yang mulai terlihat semakin memuncak, pusat perbelanjaan dan kurir belanja online yang semakin sibuk dan jangan lupa di beberapa masjid masih ramai dengan kegiatan iktikaf dari sebagian  kecil kaum muslimin khusuk beribadah dengan berharap terbebas dari siksa Tuhan kelak di akhirat.

Kesibukan yang terkait dengan peribadatan kaum muslim di banyak tempat ibadah di akhir Ramadhan ditandai kesibukan panitia zakat di banyak masjid melayani kaum muslimin yang akan membayar zakat fitrah, zakat mal, sedekah maupun wakaf. Beberapa menunaikan kewajiban agama dalam hal berbagi harta benda melalui media yang modern dengan memanfaatkan platform digital sehingga dirasa lebih praktis.

Semangat bersedekah dan berzakat di kalangan muslim semakin tahun semakin meningkat ditandai dengan selama 4 tahun berturut-turut masyarakat Indonesia tetap number one dalam kedermawanan versi World Giving Indeks yang dikeluarkan oleh Charities Aid Foundation (CAF) di 119 negara yang diteliti.

Baznas sebagai salah satu Lembaga filatropi nasional yang menangani  khusus zakat infak sedekah berani menargetkan  penghimpunan di tahun 2023 sebesar Rp 33 trilyun, tentu masih jauh dibanding dengan potensi di atas kertas sebesar Rp 326,7 trilyun, jadi hanya 10 persen. Demikian juga perwakafan yang ditangani BWI yang memiliki potensi sekitar Rp 180 trilyun pada kenyataannya baru mampu diperoleh sekitar Rp 1,2 trilyun sebuah angka yang jauh dari  target perhimpunan di level nasional.

Para pejuang filantropi ini tentu terus berupaya malakukan berbagai upaya baik selalu meningkatkan literasi dan sosialisasi baik melalui komunikasi secara direct maupun kampanye melalui berbagai media online yang semakin efektif dalam menjangkau masyarakat yang ingin berderma. Kemenag mencatat dalam penanganan zakat nasional sudah tercatat 37 Lembaga Amil Zakat Nasional, 33 LAZ skala Propinsi , dan sudah 70 LAZ skala Kabupaten. Demikian juga Badan Wakaf Indonesia (BWI) mencatat tidak kurang dari 300-an nadzir professional yang telah memperoleh ijin operasional wakaf uang .

Semangat berderma kaum muslimin terus meningkat seiring dengan peningkatan kesadaran beragama yang juga membaik. Bagi seorang muslim yang baik dia melihat harta bukanlah merupakan hak kepemilikan tetapi merupakan amanah pemanfaatan yang kelak akan diminta pertanggung jawaban di hadapan Tuhan. Di dalam Al Qur’an surat Al Munafiqqun ayat 10 diterangkan bahwa : “ Dan infakkanlah sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepadamu sebelum kematian datang kepada salah seorang di antara kalian, lalu dia menyesali berkata , Ya Tuhanku sekiranya Engkau berkenan menunda kematianku sedikit waktu lagi, maka aku akan bersedekah dan aku akan termasuk orang-orang yang saleh.”

 

GEMAR MEMBERI

Harta dalam pandangan Islam merupakan titipan dari Tuhan dan Tuhan menitipkan nasib orang-orang yang kurang beruntung (fakir miskin) kepada orang-orang yang berkecukupan. Bentuk perhatian Tuhan kepada orang-orang yang kurang beruntung secara ekonomi melalui instrument filantropi berupa zakat infak sedekah dan wakaf.

Tuhan bahkan secara keras menegur secara keras kepada orang-orang yang tidak mau berzakat bahkan disuruh diperangi karena orang-orang kaya yang pelit bukan saja melanggar perintah Allah SWT tetapi juga penjahat kemanusiaan yang egois tidak peduli kepada orang lain. Semangat berderma dan memberikan harta dari awal sejarah Islam telah dicontohkan oleh baginda Nabi SAW dan para sahabat di masa-masa awal di kota hijrah ke Madinah dan dipraktekkan sampai sekarang.

 

Rasulullah Muhammad SAW saat peristiwa hijrah sebelum sampai kota Yatsrib (nama asli Madinah) sempat singgah 4 hari  di kampung Quba sekira 5 kilometer sebelah tenggara Madinah. Sebagai seorang yang berangkat dari kota Makah tidak membawa bekal yang memadai sesampai di kampung Quba diberi hadiah tanah seluas 1.200 m2 oleh Kaltsum bin Hadam dengan maksud agar beliau bersedia menetap di kampung Quba. Namun yang terjadi, baginda Nabi SAW segera mewakafkan tanah tersebut menjadi lokasi masjid pertama dalam sejarah Islam sehingga sampai saat ini masih sangat ramai didatangi kaum muslimin sedunia.

Kemuliaan dari kedermawanan Nabi SAW diikuti oleh banyak sahabat yang berkategori the have ataupun yang biasa-biasa saja. Tercatat berikutnya sahabat Abu Thalhah, Umar bin Khattab, Usman bin Affan , Abdurahman bin Auf dan banyak sahabat saling berlomba berderma sampai dalam Ahkam al Auqaf diterangkan dari sahabat Jabir bin Abdullah bahwa “Tidak ada seorang sahabat Nabi SAW yang memiliki kemampuan, kecuali mereka berwakaf” (Abu Bakr  al Khasshaf no 15 dan Irwa al Ghalil 6/29).

 

MENTAL KAYA

Pada masa pemerintahan  Umar bin Abdul Azis yang memimpin Bani Umayah 717-720 Masehi, telah mencatatkan diri menjadi seorang pemimpin negara yang tidak gila harta bahkan menyuruh istrinya Fatimah binti Abdul Malik untuk menyerahkan perhiasannya untuk kepentingan memakmurkan rakyatnya. Sampai-sampai amil zakat yang bekerja membagikan zakat berkeliling seluruh antero negeri yang wilayahnya saat itu sampai Afrika tidak bisa membagikan zakat karena zero mustahik, mengejutkan bukan…?

Terkenal saat itu kaum muslimin dan rakyat bani Umayah tidak ada yang mau menerima zakat dan sedekah bukan karena mereka semua milyarder atau kaum kaya dinar dirham, namun mereka sangat meyakini bahwa “Tangan di atas lebih baik dari tangan di bawah “ sebagaimana dipesankan Nabi SAW. Apalagi dalam salah satu hadis Riwayat Muslim ke 665 di kitab Bulughul Maram diterangkan bahwa harta sedekah bagi orang yang tidak layak sebenarnya merupakan kotoran yang “menjijikkan”. Jadi keberhasilan kholifah Umar bin Abdul Azis adalah membentuk mental rakyatnya bermental kaya tidak mau  menerima harta berstatus zakat ataupun sedekah.

Konsep kekayaan berdasarkan rate dinominalkan memang tidak ada , artinya tidak ada angka yang bisa menjadi ukuran seseorang berkategori kaya atau miskin. Menurut standar BPS, Bank Dunia maupun Forbes berbeda-beda, bahkan kaya menurut Robert Kiyosaki, Oxford Dictionary dan Konsultan Perencanaan Keuangan Allianz berbentuk naratif yaitu orang-orang yang memiliki keamanan finasial dalam passive income.

Baginda Nabi SAW sendiri mengartikan yang namanya kaya bukanlah orang yang banyak memiliki harta tetapi yang kaya jiwa (bermental kaya) dalam Hadis Riwayat Bukhary Muslim. Dalam hadis lain Riwayat Bukhary diterangkan bahwa orang kaya adalah orang yang merasa cukup dengan yang dimiliki dan mau berbagi dengan yang lain. Jadi sekalipun dia seorang yang milyarder dan memiliki jabatan tetapi tidak pernah merasa cukup dengan yang dimiliki bahkan masih rakus mengumpulkan harta apalagi dengan jalan yang tidak benar maka dia sebenarnya seorang miskin dan tercela yang menipu publik berbungkus orang kaya.

Ketika di dalam masyarakat telah ditumbuhkan kegemaran memberi karena telah bermental kaya dan malu untuk bermental miskin maka konsep selanjutnya adalah bagaimana harta dimanfaatkan untuk sarana berbuat baik (tabarru) dan jadilah hidupnya berkah sesuai sabda baginda Nabi SAW :” Ya Allah, banyakkanlah harta dan anak-anaknya serta berikanlah keberkahan pada apa yang telah Engkau berikan kepadanya” (HR Bukhary).

HARTA FILANTROPI DIKEMANAKAN ?

Membangun bangsa bermodalkan harta berbasis filatropi di era kapitalistik saat ini seperti tidak mungkin, padahal sumber pembiayaan industry saat ini juga berbasis pada peminjaman modal usaha berupa hutang. Prinsip-prinsip bisnis pada intinya adalah kemampuan mengelola sumber daya yang dimiliki agar menghasilkan keuntungan besar tanpa unsur penipuan dengan permodalan internal maupun eksternal.

Berangkat dari hukum dasar bisnis Islam bahwa bisnis  sesuatu yang mubah  (dibolehkan) bahkan pada level tertentu wajib untuk menjadi sarana kesempurnaan ibadah maka dalam peta sejarah ekonomi dunia telah membuktikan bahwa instrument filantropi mampu menjadi pilar dalam kontribusi dunia ekonomi dan pendidikan. Di timur tengah salah satunya  di negara Arab Saudi bisnis industry berbasis zakat wakaf telah menunjukkan hasil gemilang di industry property perhotelan Grand Zam Zami dan perbankan Bank Faishal al Islamy sampai hari ini bisa berjaya dengan baik.   

Harta bersumber dari filatropi juga telah menjadi basis pembiayaan di Universitas Qurowiyyin Maroko  dan Universitas Al Azhar berbasis wakaf yang sistemnya telah dicopi paste sebagai Endowment Fund di berbagai Universitas klas dunia sekelas Harvard dan Cambridge.

Singapura dengan kaum muslimin minoritas juga telah menorehkan kedigjayaan perwakafan melalui Warees Investment Pte Ltd dengan membangun wakaf produktif berupa property bangunan perkantoran dan apartemen. Warees sekarang mengelola 156 aset wakaf dengan nilai S$ 769 juta dan mampu menyalurkan S$ 2.823.223 kepada mauquf alaih bahkan sampai keluar negeri.

Sayangnya bisnis industry yang berbasis zakat produktif dan wakaf produktif sangat sepi di ruang pemberitaan sehingga tidak mampu menjadi inspirasi dan energi bagi kaum muslimin dalam membangun peradaban berbasis filatropi. Akhir Ramadhan yang kegiatannya berupa pembayaran zakat fitrah, zakat mal, sedekah infak dan wakaf menjadi isyarat bagi kita bahwa kesempurnaan ibadah puasa kita tidak berarti kalau tidak menunaikan ibadah berbagi harta yang diamanahkan Allah SWT  kepada kita semua. Islam ingin menunjukkan kepada dunia bahwa menyembah Tuhan itu harus dibersamai dengan jiwa yang mulia melalui berbagi harta untuk kemaslahatan dan membangun dunia.

 

Penulis :

Dr Ir KH Agus Priyatno MM

Komisioner BWI, Dosen Unida dan Pengasuh Pesantren Fajrul Amanah Bogor.

 

 

 

 

 

 

Share :

Posted in

Berita Terkait

Rekomendasi untuk Anda

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

iklanIKN

Berita Terbaru

Rekomendasi Untuk Anda

Berita Terpopuler

Share :