- Uncategorized
Senin, 20 Nov 2023 09:51 WIB
Bojonegoro, Vibrasi.co–Alih fungsi lahan pertanian yang terus menerus terjadi mendapat sorotan dari Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti. La Nyalla Minta UUPA diterapkan secara benar atasi alih fungsi lahan pertanian.
Karena itu, La Nyalla meminta pemerintah menerapkan secara benar dan total Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, atau UUPA 1960. Karena, lanjutnya, semangat UUPA 1960 itu adalah Reforma Agraria, salah satunya melalui redistribusi lahan.
“Kita tidak akan bisa mengejar swasembada apabila petani kita rata-rata memiliki luas lahan di bawah satu hektare. Dan hampir 80 persen petani di Indonesia berskala kecil. Ini persoalan hulu dari kedaulatan pangan,” tutur LaNyalla di sela kunjungan kerja ke Bojonegoro, sebagai salah satu sentra penghasil padi di Jawa Timur, Minggu (19/11/2023).
Jawa Timur adalah provinsi penghasil padi terbesar. Berdasar data terbaru, Jatim menghasilkan 9,59 juta Gabah Kering Giling (GKB). Per Oktober tahun ini, Jatim menyumbang 5,5 juta ton beras. Lalu Jawa Barat dan Jawa Tengah. Sentra padi di Jatim berada di Kabupaten Bojonegoro, Lamongan, dan Ngawi.
“Saya terus terang sedih melihat data analisis Direktorat Pengendalian dan Pemantauan Pertanahan Kementerian ATR/BPN tahun 2019, yang menyebutkan terjadi konversi lahan sawah menjadi non sawah sekitar 100.000 hektar per tahun.” ujarnya.
“Ini persoalan serius. Padahal kita sudah punya solusi di UUPA dan semangat reforma agraria. Itulah mengapa serikat petani menuntut agar Negara ini menjalankan politik dan kebijakan agraria sesuai Konstitusi dan UUPA yang berjalan sebagai basis pembangunan nasional,” urai LaNyalla.
Lebih lanjut LaNyalla mengatakan, sebagai salah satu jalan keluar tercepat adalah Negara perlu membentuk Badan Otorita Reforma Agraria dan segera menyusun Rancangan Undang-Undang Reforma Agraria.
“Ini supaya implementasi dari UUPA lebih konkret dan terukur. Sehingga tidak ada atas nama proyek strategis nasional yang memaksa alih fungsi lahan pertanian dan konsesi lahan skala besar kepada oligarki,” tandasnya.
Karena negara, imbuhnya, sejak era kemerdekaan, sejatinya sudah tidak memiliki tanah, hanya menguasai tanah. Karena setelah Indonesia merdeka, para pendiri bangsa membuang azas domein verklaring (pemilikan tanah oleh pemerintah kolonial belanda).
“Dan menjadi “dikuasai negara” yang termaktub di dalam Pasal 33 Ayat (3) UUD 1945, Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Ini semangat dari kemerdekaan Indonesia,” tukasnya.
Selanjutnya La Nyalla menjelaskan, dalam UUPA Tahun 1960, Pasal 2 menjelaskan bahwa dikuasai negara adalah negara sebagai organisasi kekuasaan. Negara diberi wewenang untuk; (1) mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa. (2) menentukan dan mengatur hubungan hukum antara orang-orang dengan bumi, air dan ruang angkasa. (3) menentukan dan mengatur hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan ruang angkasa.
“Jadi menurut saya, pembangunan apapun seharusnya tidak mengorbankan sektor-sektor yang bermuara kepada kedaulatan sebuah negara. Termasuk salah satunya kedaulatan pangan,” pungkasnya
Posted in Uncategorized