Begini Sejarah Panjang Konflik Israel-Palestina

-
Senin, 23 Okt 2023 15:29 WIB

No Comments

israel8

Jakarta, Vibrasi.co–Konflik Israel-Palestina telah berlangsung lama dan merenggut ratusan ribu nyawa. Tidak hanya itu, konflik ini juga mengakibatkan jutaan orang hidup dalam pengungsian dengan segala keterbatasan. 

Konflik bersenjata terkini telah menyentuh angka 6.000 jiwa dalam dua pekan. Jumlah korban jiwa diyakini terus bertambah mengingat Israel belum berhenti membombardir Jalur Gaza pasca serangan mendadak militan Hamas ke wilayah Israel pada 7 Oktober 2023.

Untuk memahami konflik bersenjata yang telah berlangsung puluhan tahun tersebut, kantor berita Al Jazeera melansir sejumlah informasi yang dapat menjadi panduan untuk melihat konflik ini secara utuh.  

 

Deklarasi Balfour 

Sebuah surat ditulis oleh Menlu Inggris Arthur Balfour, surat tertanggal 2 November 1917 (masa perang dunia pertama) itu  dikirimkan untuk Lionel Walter Rothschild, seorang tokoh komunitas Yahudi Inggris.

Isi suratnya pendek, hanya berisi 67 kata, namun memiliki efek seismik terhadap Palestina yang masih terasa hingga hari ini.

Surat tersebut berisi komitmen pemerintah Inggris untuk “mendirikan sebuah rumah nasional bagi bangsa Yahudi di Palestina” dan memfasilitasi “pencapaian tujuan ini”. Surat tersebut dikenal sebagai Deklarasi Balfour.

Isi surat juga menyebut batas waktu bahwa Inggris setelatnya akan membentuk sebuah negara bernama Israel pada tanggal 14 Mei 1948, atau 31 tahun kemudian setelah surat ditandatangani.

Intinya, sebuah kekuatan Eropa menjanjikan kepada gerakan Zionis sebuah negara di mana saat itu terdapat penduduk asli Arab Palestina yang populasinya mencapai 90 persen.

Surat itu diimplementasikan Inggris tahun 1923 pasca negara itu keluar sebagai pemenang perang dunia pertama. Sejak 1923 hingga 1948 terjadilah migrasi besar-besaran warga Yahudi dari Inggris, Perancis, dan seluruh dunia ke Palestina.

Dalam perspektif agama, warga Yahudi tersebut di sebut ‘pulang’ ke tanah yang dijanjikan Tuhan sebagaimana disebut kitab Perjanjian Lama sejak mereka terusir dari Mesir di jaman Nabi Musa.   

 

Perlawanan rakyat Palestina

Pada periode itu, Inggris memfasilitasi besar-besaran imigrasi warga Yahudi dunia ke Palestina. Sementara penduduk asli Palestina yang mayoritas Arab mulai melakukan penolakan. Mereka menggelar demonstrasi dan protes terhadap pemerintah Inggris atas pendudukan warga Yahudi di tanah mereka.

Akhirnya terjadi ketegangan di kawasan tersebut.  Pada bulan April 1936, Komite Nasional Arab yang baru dibentuk menyerukan kepada orang-orang Palestina untuk melancarkan pemogokan massal, menahan pembayaran pajak, dan memboikot produk-produk Yahudi untuk memprotes kolonialisme Inggris dan imigrasi Yahudi yang terus meningkat.

Inggris menjawab protes terebut dengan tindakan represif. Mereka menangkap tokoh-tokoh pemberontakan Palestina dan menghancurkan rumah-rumah warga  Palestina. 

Fase kedua pemberontakan dimulai pada akhir 1937 dan dipimpin oleh gerakan perlawanan petani Palestina, yang menargetkan pasukan Inggris dan kolonialisme.

Pada paruh kedua tahun 1939, Inggris telah mengerahkan 30.000 tentara di Palestina. Desa-desa dibom dari udara, jam malam diberlakukan, rumah-rumah dihancurkan, dan penahanan administratif serta pembunuhan tanpa proses

Bersamaan dengan itu, Inggris berkolaborasi dengan komunitas pemukim Yahudi dan membentuk kelompok-kelompok bersenjata dan “pasukan kontra-pemberontakan” uakni militan Yahudi yang dipimpin oleh Inggris yang diberi nama Pasukan Malam atau The Night Squads. 

Di dalam Yishuv, komunitas pemukim Yahudi sebelum Israel berdiri, senjata-senjata diimpor secara diam-diam dan pabrik-pabrik senjata didirikan untuk mengembangkan pasukan Haganah, paramiliter Yahudi yang kemudian hari menjadi inti dari tentara Israel.

Dalam tiga tahun pemberontakan tersebut, 5.000 warga Palestina terbunuh, 15.000 hingga 20.000 orang terluka, dan 5.600 orang dipenjara.

 

PBB Turun Tangan 

Pada tahun 1947, populasi Yahudi telah membengkak menjadi 33 persen dari seluruh wilayah Palestina, namun mereka hanya memiliki 6 persen dari tanah tersebut.

PBB mengadopsi Resolusi 181, yang menyerukan pembagian Palestina menjadi negara-negara Arab dan Yahudi.

Palestina menolak rencana tersebut karena memberikan sekitar 55 persen wilayah Palestina kepada negara Yahudi, termasuk sebagian besar wilayah pantai yang subur.

Pada saat itu, bangsa Palestina memiliki 94 persen wilayah Palestina yang bersejarah dan terdiri dari 67 persen penduduknya.

 

Peristiwa Nakba 1948

Mendekati batas waktu deklarasi Balfour,  pasukan paramiliter zionis bentukan Inggris yang direkrut dari warga Yahudi di Palestina, semakin masif melakukan serangan ke pemukiman warga Palestina.

Sepanjang tahun 1948, paramiliter Zionis memulai operasi militer untuk menghancurkan kota-kota dan desa-desa Palestina. Tujuannya untuk memperluas wilayah negara Zionis yang sebentar lagi akan lahir.

Pada bulan April 1948, lebih dari 100 pria, wanita, dan anak-anak Palestina dibunuh di desa Deir Yassin di pinggiran Yerusalem.

Hal tersebut menjadi titik awal dari operasi tersebut, dan dari tahun 1947 hingga 1949, lebih dari 500 desa, kota, dan kota Palestina dihancurkan dalam apa yang disebut oleh orang Palestina sebagai Nakba, atau “malapetaka” dalam bahasa Arab.

Diperkirakan 15.000 warga Palestina terbunuh, termasuk dalam puluhan pembantaian. Gerakan Zionis akhinry sukses merebut 78 persen wilayah Palestina yang bersejarah. Sisanya, 22 persen, dibagi menjadi wilayah yang sekarang menjadi Tepi Barat yang diduduki dan Jalur Gaza yang dikepung.

Diperkirakan 750.000 orang Palestina dipaksa keluar dari rumah mereka. Saat ini, keturunan mereka hidup sebagai enam juta pengungsi di 58 kamp pengungsian di seluruh Palestina dan di negara-negara tetangga seperti Lebanon, Suriah, Yordania, dan Mesir.

Sesuai janji dalam deklarasi Balfour, pada tanggal 15 Mei 1948, Israel mengumumkan pendiriannya sebagai negara dengan wilayah-wilayah yang telah direbut dari Paletina.

Kontan pendirian negara Israel ditolak keras negara-negara Arab. Pada 16 Mei 1948 atau hanya sehari setelah negara Israel resmi berdiri, pecahlah perang Arab-Israel untuk pertama kalinya.

Di kubu Arab terdapat enam negara yakni Mesir, Lebanon, Suriah, Yordania, Irak, dan Arab Saudi. Enam negara ini mengeroyok Israel yang dibantu Inggris dan Amerika. Hasilnya, enam negara Arab itu keok.

Tahun 1949, disepakati gencatan senjata dan PBB mengeluarkan Resolusi 194, yang menyerukan hak kembali bagi para pengungsi Palestina. Sementara wilayah Palestina yang direbut Israel, tetap diberikan kepada Israel.

Hal ini membuat  setidaknya 150.000 orang Palestina tetap tinggal di negara Israel yang baru dibentuk dan hidup di bawah pendudukan militer yang dikontrol dengan ketat selama hampir 20 tahun sebelum mereka akhirnya diberikan kewarganegaraan Israel.

Pada tahun 1950, Mesir masih menguasai Jalur Gaza, sedangkan Yordania menguasai Tepi Barat. Pada tahun 1964, Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) dibentuk, dan setahun kemudian, partai politik Fatah didirikan.

Naksa, atau Perang Enam Hari

Pada tanggal 5 Juni 1967, Israel kembali merebut wilayah-wilayah yang diduduki koalisi Arab.

Galur Gaza yang dimiliki Mesir, direbut. Tepi Barat yang dikuasai Yordania juga demikian. Bahkan Israel sukses menduduki Yerusalem Timur, Dataran Tinggi Golan di Suriah, hingga Semenanjung Sinai di Mesir. Semuanya direbut dalam peristiwa perang enam hari.  

Bagi sebagian warga Palestina, hal ini menyebabkan pemindahan paksa kedua, atau Naksa, yang berarti “kemunduran” dalam bahasa Arab.

Pada bulan Desember 1967, Front Populer Marxis-Leninis untuk Pembebasan Palestina dibentuk. Selama dekade berikutnya, serangkaian serangan dan pembajakan pesawat oleh kelompok-kelompok sayap kiri menarik perhatian dunia terhadap penderitaan rakyat Palestina.

Pembangunan pemukiman dimulai di Tepi Barat dan Jalur Gaza yang diduduki. Sistem dua tingkat diciptakan dengan pemukim Yahudi diberikan semua hak dan keistimewaan sebagai warga negara Israel, sementara warga Palestina harus hidup di bawah pendudukan militer yang mendiskriminasi mereka dan melarang segala bentuk ekspresi politik atau sipil.

 

Intifada pertama 1987-1993

Intifada Palestina pertama meletus di Jalur Gaza pada bulan Desember 1987 setelah empat orang Palestina terbunuh ketika sebuah truk Israel bertabrakan dengan dua mobil van yang mengangkut para pekerja Palestina.

Protes menyebar dengan cepat ke Tepi Barat dengan para pemuda Palestina yang melempari tank-tank dan tentara Israel dengan batu.

Hal ini juga menyebabkan berdirinya gerakan Hamas, sebuah cabang dari Ikhwanul Muslimin yang terlibat dalam perlawanan bersenjata melawan pendudukan Israel.

Tanggapan keras tentara Israel terangkum dalam kebijakan “Patahkan Tulang Mereka” yang dianjurkan oleh Menteri Pertahanan saat itu, Yitzhak Rabin. Kebijakan ini mencakup pembunuhan tanpa pengadilan, penutupan universitas, deportasi para aktivis, dan penghancuran rumah-rumah.

Intifada terutama dilakukan oleh kaum muda dan diarahkan oleh Kepemimpinan Nasional Bersatu untuk Pemberontakan, sebuah koalisi faksi-faksi politik Palestina yang berkomitmen untuk mengakhiri pendudukan Israel dan membangun kemerdekaan Palestina.

Pada tahun 1988, Liga Arab mengakui PLO sebagai satu-satunya perwakilan rakyat Palestina.

Intifada ditandai dengan mobilisasi rakyat, protes massa, pembangkangan sipil, pemogokan yang terorganisir dengan baik, dan koperasi komunal.

Menurut organisasi hak asasi manusia Israel, B’Tselem, 1.070 warga Palestina terbunuh oleh pasukan Israel selama Intifada, termasuk 237 anak-anak. Lebih dari 175.000 warga Palestina ditangkap. Intifada juga mendorong komunitas internasional untuk mencari solusi atas konflik tersebut.

Ciri khas gerakan intifada ini adalah rakyat Palestina melakukan perlawanan dengan menutup wajahnya lalu melempari tentara Israel dengan batu, bom molotov, dan lain sebagainya, nyaris tanpa senjata.

 

Perjanjian Oslo

Intifada berakhir dengan ditandatanganinya Kesepakatan Oslo pada tahun 1993 dan pembentukan Otoritas Palestina (Palsetina Authority/PA), sebuah pemerintahan sementara yang diberikan kekuasaan terbatas di wilayah-wilayah pendudukan Tepi Barat dan Jalur Gaza.

PLO mengakui Israel berdasarkan solusi dua negara dan secara efektif menandatangani perjanjian yang memberi Israel kendali atas 60 persen Tepi Barat, serta sebagian besar sumber daya tanah dan air di wilayah tersebut.

PA seharusnya memberikan jalan bagi pemerintah Palestina terpilih pertama yang menjalankan negara merdeka di Tepi Barat dan Jalur Gaza dengan ibu kotanya di Yerusalem Timur, tetapi hal itu tidak pernah terjadi.

Para pengkritik PA memandangnya sebagai subkontraktor korup bagi pendudukan Israel yang bekerja sama erat dengan militer Israel dalam memberangus perbedaan pendapat dan aktivisme politik melawan Israel.

Pada tahun 1995, Israel membangun pagar elektronik dan tembok beton di sekitar Jalur Gaza, memutus interaksi antara wilayah Palestina yang terpecah.

 

Intifada kedua
Intifadah kedua dimulai pada 28 September 2000, ketika pemimpin oposisi Likud, Ariel Sharon, melakukan kunjungan provokatif ke kompleks Masjid Al-Aqsa dengan ribuan pasukan keamanan yang dikerahkan di dalam dan di sekitar Kota Tua Yerusalem.

Bentrokan antara demonstran Palestina dan pasukan Israel menewaskan lima orang Palestina dan melukai 200 orang lainnya selama dua hari.

Insiden ini memicu pemberontakan bersenjata yang meluas. Selama Intifada, Israel menyebabkan kerusakan yang belum pernah terjadi sebelumnya pada ekonomi dan infrastruktur Palestina.

Israel menduduki kembali wilayah-wilayah yang diatur oleh Otoritas Palestina dan memulai pembangunan tembok pemisah yang bersamaan dengan pembangunan pemukiman yang merajalela, menghancurkan mata pencaharian dan komunitas Palestina.

Pemukiman adalah ilegal di bawah hukum internasional, tetapi selama bertahun-tahun, ratusan ribu pemukim Yahudi telah pindah ke koloni-koloni yang dibangun di atas tanah Palestina yang dicuri.

Ruang bagi warga Palestina semakin sempit karena jalan dan infrastruktur khusus pemukim membelah Tepi Barat yang diduduki, memaksa kota-kota Palestina menjadi bantaran, daerah terisolasi bagi warga kulit hitam Afrika Selatan yang diciptakan oleh rezim apartheid di negara itu.

Pada saat Perjanjian Oslo ditandatangani, hanya ada lebih dari 110.000 pemukim Yahudi yang tinggal di Tepi Barat, termasuk Yerusalem Timur. Saat ini, angkanya menjadi lebih dari 700.000 orang yang tinggal di lebih dari 100.000 hektare (390 mil persegi) tanah yang dirampas dari Palestina.

 

Perpecahan Palestina dan blokade Gaza

Pemimpin PLO Yasser Arafat meninggal dunia pada tahun 2004, dan setahun kemudian, Intifada kedua berakhir, permukiman Israel di Jalur Gaza dibongkar, dan tentara Israel serta 9.000 pemukim meninggalkan daerah kantung tersebut.

Setahun kemudian, warga Palestina memberikan suara dalam pemilihan umum untuk pertama kalinya.

Hamas memenangkan suara mayoritas. Namun, perang saudara antara Fatah dan Hamas pecah, yang berlangsung selama berbulan-bulan, mengakibatkan kematian ratusan warga Palestina.

Hamas mengusir Fatah dari Jalur Gaza, dan Fatah – partai utama Otoritas Palestina – kembali menguasai beberapa bagian Tepi Barat.

Pada bulan Juni 2007, Israel memberlakukan blokade darat, udara, dan laut di Jalur Gaza, dengan menyebut Hamas sebagai “organisasi teroris”.

 

Perang di Jalur Gaza

Israel telah melancarkan empat serangan militer yang berkepanjangan ke Gaza: pada tahun 2008, 2012, 2014, dan 2021. Ribuan warga Palestina telah terbunuh, termasuk banyak anak-anak, dan puluhan ribu rumah, sekolah, dan gedung perkantoran telah hancur.

Pembangunan kembali hampir tidak mungkin dilakukan karena pengepungan mencegah bahan bangunan, seperti baja dan semen, mencapai Gaza.

Serangan tahun 2008 melibatkan penggunaan persenjataan yang dilarang secara internasional, seperti gas fosfor.

Pada tahun 2014, dalam kurun waktu 50 hari, Israel menewaskan lebih dari 2.100 warga Palestina, termasuk 1.462 warga sipil dan hampir 500 anak-anak.

Selama serangan tersebut, yang disebut Operation Protective Edge oleh Israel, sekitar 11.000 warga Palestina terluka, 20.000 rumah hancur dan setengah juta orang mengungsi. (YAS)

Share :

Posted in

Berita Terkait

Rekomendasi untuk Anda

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

iklanIKN

Berita Terbaru

Rekomendasi Untuk Anda

Berita Terpopuler

Share :