- Regional
Senin, 16 Okt 2023 10:22 WIB
Jakarta, Vibrasi.co–Gubernur Kalimantan Tengah H. Sugianto Sabran menegaskan, menyampaikan aspirasi merupakan hak dan kewajiban masyarakat yang dilindungi Undang-Undang sebatas penyampaian aspirasi tersebut dilakukan sesuai prosedur.
‘’Namun yang saya tegaskan dalam menyampaikan aspirasi di depan umum, saya mengimbau atau melarang warga untuk membawa senjata tajam atau benda pusaka khas Suku Dayak seperti tombak/ lunju, Mandau dan duhung,’’ kata Gubernur Sugianto Sabran, di Palangka Raya, Minggu (15/10/23).
Larangan membawa senjata khas Dayak ini kata gubernur setelah pihaknya mencermati fenomena akhir-akhir ini terkait penyampaian aspirasi masyarakat maupun unjuk rasa secara terbuka, dengan membawa senjata tajam atau membawa senjata khas Dayak.
‘’Senjata khas Dayak atau benda pusaka lainnya akan lebih arif dan bijak hanya digunakan dalam acara-acara ritual adat, pameran kebudayaan atau berkaitan dengan keharusan menampilkan senjata khas Dayak dalam acara ritual adat lainnya,’’ tandas Gubernur Sugianto Sabran.
“Menyampaikan aspirasi ataupun unjuk rasa dan sejenisnya, adalah hak yang dilindungi Undang-undang, apabila sesuai dengan ketentuan dan prosedur yang berlaku. Membawa senjata tajam, terlebih itu benda-benda pusaka daerah, bukan pada tempatnya, dan bukan momentum yang relevan,’’ imbuh Sugianto Sabran.
“Esensi dari penyampaian aspirasi adalah menyuarakan keinginan ataupun tuntutan, bukan mempertontonkan senjata-senjata khas Dayak yang sakral. Mari kita tempatkan pada rel yang tepat, kapan waktu dan momen yang relevan untuk menampilkan senjata atau benda pusaka kita,’’ ajak Gubernur lagi.
Menurut Sugianto, Kalimantan Tengah yang didominasi suku Dayak, menjunjung tinggi falsafah Huma Betang yang mencerminkan kebersamaan dan persatuan meskipun berbeda suku dan agama, hidup rukun berdampingan, damai dalam keberagaman.
“Warga Kalimantan Tengah adalah masyarakat yang terbuka, memaknai perbedaan sebagai suatu rahmat dan berkah, menjunjung tinggi adab dan kesantunan. Keluhuran budi warga Dayak umumnya, jangan sampai ada stigma bahwa warga Dayak Kalimantan Tengah adalah suku yang anarkis, hanya dikarenakan simbol-simbol yang kita pertontonkan bukan pada tempatnya”, bebernya.
Ia mengingatkan bahwa beberapa tahun yang lalu saat kunjungan Presiden Joko Widodo meresmikan Bandara Tjilik Riwut dalam pidatonya mengatakan bahwa Kalimantan Tengah adalah miniatur keberagaman Indonesia sesungguhnya.
“Bapak Presiden utarakan saat meresmikan Bandara Tjilik Riwut beberapa tahun lalu, bahwa beliau bangga berada di Bumi Tambun Bungai sebagai miniatur keberagaman Indonesia yang sesungguhnya. Stempel itu tentu tidak serta merta muncul begitu saja dari seorang Presiden, tentu dengan pencermatan yang komprehensif. Mari kita rawat keberagaman yang menjadi kekuatan kita, dan menjunjung tingggi nilai-nilai budaya dan kearifan lokal yang ada, tanpa menodainya dengan sikap dan prilaku yang tidak sepantasnya kita lakukan, pada saat dan waktu yang tidak tepat, dan momentum yang tidak relevan” pungkasnya.
Posted in Regional