Resmi Ditutup, Global Future Fellows 2023 Desak Transformasi Kesehatan Segera Dilakukan

-
Kamis, 05 Okt 2023 19:53 WIB

No Comments

global2

Jakarta, Vibrasi.co–Program Global Future Fellows 2023: “Advancing Southeast Asia’s Predictive Healthcare” (GFF Healthcare 2023) oleh Pijar Foundation resmi ditutup, Kamis (5/10/2023) di Jakarta. Penutupan program disertai dengan presentasi hasil program dan talkshow bersama Menteri Kesehatan Indonesia Budi Gunadi Sadikin.

GFF Healthcare 2023 merupakan program residensi yang bertujuan mendorong sinergi antara sektor publik, privat, dan komunitas dalam proses transformasi kesehatan nasional dan regional.

Selama empat hari, 41 peserta (fellows) yang terdiri dari pelaku dan pemain strategis sektor kesehatan, mulai dari dokter, kementerian, hingga perusahaan rintisan, dari 6 negara Asia Tenggara (Indonesia, Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam, Thailand, dan Filipina) terlibat dalam serangkaian diskusi mendalam, pemberian materi oleh para ahli, serta kelas khusus (masterclass) mengenai kolaborasi.

Salah satu pesan yang disampaikan dalam program ini adalah pentingnya segera dilakukan transformasi kesehatan untuk memperbaiki tingkat kesehatan di Indonesia. 

Semua hasil diskusi ini dikonsolidasikan dalam White Paper ‘Rencana Aksi Bersama’, yang kemudian akan dikoordinasikan dengan para pemangku keputusan terkait.

Dalam penutupan GFF Healthcare 2023, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menekankan pentingnya kolaborasi dan kerja cepat dalam memperbaiki tingkat kesehatan Indonesia.

“Saya, dan kita, ini dikejar waktu. Pertama, masa kerja saya hanya 3 tahun 9 bulan. Kedua, Indonesia dikejar target 2030 dimana tahun itu puncak bonus demografi kita yang akan menentukan kemampuan kita melewati batasan dari negara berpendapatan menengah ke pendapatan tinggi,” ujarnya.

Budi menyebut, periode yang sedang dilewati Indonesia saat ini merupakan periode penting. Jika Indonesia gagal memanfaatkannya, maka Indonesia terancam menjadi negara berkembang selamanya.

“Jika periode ini terlewat, kita akan terus jadi negara menengah selamanya. Untuk memaksimalkan bonus demografi, kita butuh masyarakat yang pintar dan juga sehat. Karena itulah, kita harus kerja cepat dan melakukan banyak gebrakan,” imbuh Budi.

Salah satu yang perlu dilakukan dalam membuat terobosan adalah perubahan fundamental dari  arah kegiatan Kementerian, di mana menurutnya saat ini sekitar 80 persen waktu dan anggaran diarahkan untuk mengobati yang sakit, bukan mengupayakan masyarakat yang sehat.

“Padahal, menjadikan masyarakat yang sehat harusnya jadi fokus utama karena lebih efektif dan lebih murah untuk kesejahteraan jangka panjang,” ujar Budi

Pemerintah, menurut Budi, sejauh ini telah melakukantransformasi digital di bidang kesehatan, yakni mendorong rumah sakit dan fasilitas kesehatan (faskes) daerah untuk melakukan standarisasi dan digitalisasi rekam medis dan database hingga akhir tahun ini.

Sehingga akan diperoleh data yang terpusat dan mudah diakses.

“Dengan begitu, akan mengubah wajah kesehatan Indonesia: pasien akan punya rekam jejak personal yang reliabel dan portabel, dan secara makro, kita bisa menggunakannya untuk prediksi penyakit dan pengobatan ke depannya. Di sisi lain, data seperti ini akan mendorong transparansi dan pemerataan harga layanan kesehatan,” jelas Budi. 

Untuk melakukan ini semua, Budi menekankan pentingnya kolaborasi multisektor dan multipihak, seperti saat dulu berbagai lapisan masyarakat gotong-royong mempercepat proses vaksinasi nasional.

Kerja sama multisektor dan regional

Direktur Kebijakan Publik Pijar Foundation, Cazadira F. Tamzil, mengatakan bahwa belajar dari pandemi Covid-19, saat ini masalah kesehatan tak hanya fokus satu negara, melainkan lintas negara. Terlebih setelah Indonesia menjabat sebagai ketua ASEAN pada tahun 2023, kesehatan juga diangkat sebagai isu kritis untuk masa depan kita.

Seperti juga yang ditekankan dalam Oleh ASEAN Leaders’ Declaration on One Health Initiative. Karena itu, menurut Cazadira, saatnya bagi kita untuk mengubah sistem kesehatan yang bersifat introspektif, kuratif, dan reaktif menjadi pendekatan yang lebih kolaboratif, prediktif, dan efektif secara regional.

“Meskipun tidak ada sistem perawatan kesehatan nasional yang sama, pandemi membuat negara-negara semakin menyadari bahwa tantangan kesehatan sangat kompleks dan memerlukan solusi inovatif dan kolaboratif melibatkan sektor publik, swasta, dan masyarakat. Melalui GFF Healthcare ini saya percaya bahwa pada akhirnya, solusi kesehatan tidak hanya tentang obat-obatan atau perangkat medis, tetapi juga tentang berbagai regulasi pendukung, mekanisme distribusi, dan keterlibatan masyarakat,” ujar Cazadira.

Untuk mendukung pemeriksaan kesehatan berbasis analisis prediktif dan pelayanan kesehatan preventif di ASEAN, GFF Healthcare 2023 memberikan  sejumlah rekomendasi. Salah satunya adalah mengembangkan ekosistem riset dalam teknologi kesehatan berbasis AI dan mempermudah proses integrasi data lintas negara. Solusi ini menjadi dasar untuk mempercepat transformasi sistem kesehatan di Asia Tenggara.

Share :

Posted in

Berita Terkait

Rekomendasi untuk Anda

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

iklanIKN

Berita Terbaru

Rekomendasi Untuk Anda

Berita Terpopuler

Share :